KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadiraat Allah SWT
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah mamberikan rahmat, kekuatan,
semangat dan kesabaran kepada penulis sehingga penulisan sejarah pujangga baru ini
dapat terselesaikan.
Hambatan selalu penulis hadapi dalam
menyelesaikan sejarah pujanagga baru ini. Akan tetapi berkat izin Allah SWT dan
berkat bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat melalui hambatan yang dihadapi hingga akhirnya penulisan mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak
guru les sebagai pembimbing
2. Ayah
dan Ibu yang telah memberikan dukungan moral, materil, dan selalu mendoakanku.
3. Semua
pihak yang belum sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah dengan ikhlas
turut membantu dalam penulisan sejarah pujangga baru ini.
Penulis
menyadari bahwa penulisan sejarah pujangga baru ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran sehingga bisa lebih baik
lagi. Semoga sejarah pujangga baru ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin Yaa
Roball Aalamin.
Binjai,
3 November 2014
Penulis
M.ALWI
HERMAWAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
i
DAFTAR ISI.............................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................................
1
I.1 Latar Belakang............................................................................................
1
I.2 Rumusan masalah........................................................................................
1
I.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................
1
I.4 Manfaat Penelitian......................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN.........................................................................................
3
II.1 Sejarah Munculnya
Periode Angkatan Pujangga Baru..............................
3
II.2 Karakterisik
Periode Angkatan PujanggaBaru..........................................
3
II.3 Tokoh Periode
Angkatan Pujangga Baru..................................................
4
II.4 Biografi Salah
Satu Angkatan Pujangga Baru..........................................
6
BAB III PENUTUP..................................................................................................
10
III.1 Kesimpulan..............................................................................................
10
III.2 Saran........................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
11
SEJARAH ANGKATAN PUJANGGA BARU
A. Sejarah Lahirnya Pujangga Baru
Awal
mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit
antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang
setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia.
Adapun pengasuhnya antara lain Sultan Takdir
Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi Pujangga Baru
bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para
pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki
bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah kedepan.Barangkali, hanya
untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah
Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang
tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu,
diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu badan yang memang mempunyai perhatian
terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada
zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah
Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan.
Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini
diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir
Alisjahbana dan beberapa tokohtokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin
dan S. Rukiah.Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933
sampai dengan zaman Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu
paling tidak kelahiran tahun 1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh
dikatan generasi Pujangga Baru adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang
kemudian menyusulnya, merupakan angkatan bar yang jauh lebih bebas dalam
mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas
banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis
sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis.Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana , beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane .
Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942),
dipelopori olehSutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa
ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang
dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan
Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam
Effendi.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas
banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis
sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.
Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia
setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir
Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1.
Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir
Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh
Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Karya sastra· Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana · Tebaran Mega · Belenggu oleh Armijn Pane · Jiwa Berjiwa · Gamelan Jiwa · Jinak-jinak Merpati · Kisah Antara Manusia · Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah · Buah Rindu · Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane · Puspa Mega · Madah Kelana · Sandhyakala ning Majapahit · Kertajaya · Tanah Air oleh Muhammad Yamin · Indonesia Tumpah Darahku · Ken Angrok dan Ken Dedes · Kalau Dewi Tara Telah Berkata · Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi · Bebasari · Kalau Tak Untung oleh Sariamin · Pengaruh Keadaan · Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng.
Karya sastra· Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana · Tebaran Mega · Belenggu oleh Armijn Pane · Jiwa Berjiwa · Gamelan Jiwa · Jinak-jinak Merpati · Kisah Antara Manusia · Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah · Buah Rindu · Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane · Puspa Mega · Madah Kelana · Sandhyakala ning Majapahit · Kertajaya · Tanah Air oleh Muhammad Yamin · Indonesia Tumpah Darahku · Ken Angrok dan Ken Dedes · Kalau Dewi Tara Telah Berkata · Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi · Bebasari · Kalau Tak Untung oleh Sariamin · Pengaruh Keadaan · Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng.
B. Tujuan didirikannya Pujangga Baru
1. Menumbuhkan kesusastraan baru yang sesuai dengan semangat zamannya
dan mempersatukan para sastrawan dalam satu wadah karena sebelumnya boleh
dikatakan cerai berai dengan menulis di berbagai majalah.
2. Untuk membangun kebudayaan Indonesia baru karena maraknya
kesadaran nasionalisme.
C.
Tokoh-tokoh pada periode Pujangga Baru
1. Sutan Takdir Alisyahbana,
kelahiran Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, meninggal
di Jakarta, 17 Juli 1986. Pujangga ini seorang ilmuwan dan filsuf bergelar
Sarjana Hukum, Doktor Honoris Causa dan professor. Ia sangat terkenal dengan
roman bertendennya Layar Terkembang(1936). Roman-romannya yang lain: Dian nan
Tak Kunjung Padam(1932), Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940). Tebaran Mega
(1935) merupakan kumpulan sajak yang menandai kepenyairannya. Ternyata, Sutan
Takdir tidak hanya hebat di zamannya. Pada masa pascakemerdekaan, bahkan
setelah tergulungnya Lekranya PKI, Sutan Takdir pun ikut memasang
bintang-bintang di pelataran langit kesusastraan Indonesia dengan dua romannya,
masing-masing lebih 500 halaman Grota Azura (tiga jilid, 1970-1971) dan Kalah
dan Menang(1978) serta kumpulan sanjak Lagu Pemacu Ombak(1978). Sebagai
ilmuwan, S. Takdir Alisjahbana menulis antara lain:
1) Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia
(1936)
2) Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
3) Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
2. Amir Hamzah,
dilahirkan di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, 28
Februari 1911, gugur dalam suatu revolusi sosial di Sumatra Utara, Maret 1946.
Penyair berdarah biru yang dijuluki “Raja Penyair Pujangga Baru” oleh H.B.
Jassin dan “Pangeran dari Seberang” oleh N.H. Dini ini, mewarisi kita
kumpulan-kumpulan sanjak: Buah Rindu, Nyanyi Sunyi dan Setanggi Timur: (sanjak
terjemahan penyair-penyair Asia tempo dulu) serta Sastra Melayu dan
Raja-rajanya. Amir Hamzah memperoleh Satya Lencana Kebudayaan pada tahun1969 atas antologi puisinya Nyanyi Sunyi Pada tanggal 10
November 1975 secara anumerta Amir Hamzah diangkat sebagai Pahlawan Nasional
karena jasanya terhadap Republik dalam menentang penjajah Belanda melalui
himpunan Pemuda Indoonesia yang diketuainya di Solo.
3. Sanusi Pane,
dilahirkan di Muara Sipongi Sumatra Utara, 14 November 1905,
meninggal di Jakarta, 2 Januari 1968. Ia menulis naskah-naskah drama
Sandyakalaning Majapahit, Kertadjaya dan cerita bersetting negerinya
Rabindranath Tagore Manusia Baru. Sebagai penyair, Sanusi Pane menulis antologi
sanjak Madah Kelana dan Puspa Mega Karya-karyanya yang lain: Pancaran Cinta
(1926), Airlangga (dalam bahasa Belanda, 1928), Sejarah Indonesia (1942),
Indonesia Sepanjang Masa (1952), Bunga Rampai dariHikayat Lama (1946)..
4. Armijn Pane,
adik kandung Sanusi Pane, dilahirkan di Muara Sipongi, 18
Agustus 1908, meninggal di Jakarta, 11 Februari 1970. Ia terkenal dengan roman
psikologinya yang sempat mencengangkan masyarakat yang moralis dan pernah
terpalang Nota Rinkes karena terlalu beraninya, berjudul Belenggu. Armijn juga
menulis Jinak-Jinak Merpati (kumpulan cerpen), Gamelan Jiwa dan Jiwa Berjiwa
keduanya kumpulan puisi. Ia juga menulis kumpulan cerpen Kisah antara Manusia
(1953), serta menerjemahkan Surat-surat R.A. Kartini untuk Ny.Abendanon dan
sahabat Kartini yang lain, menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang (1968) dan
novel Membangun Hari Kedua (1956, dari karya Ilya Ehrenburg)
Sastrawan-sastrawati yang seangkatan dengan mereka adalah:
5. Yan Engelbert Tatengkeng,
dilahirkan di Sangihe, Sulawesi, 19 Oktober 1907, meninggal
di Makassar, 6 Maret 1968. Ia terkenal dengan kumpulan sanjaknya Rindu Dendam,
sama dengan salah satu judul puisi dalam buku tersebut. Kebanyakan puisinya
bernafaskan religius Kristiani.
6. Selasih/Sariamin,
dilahirkan di Sumatra Barat, 31 Juli 1909. Dia
tersohor dengan roman-roman sosialnya Pengaruh Keadaan dan Kalau Tak
Untung. Selain roman-roman tersebut, ditulisnya pula: Rangkaian Sastra (1952),
cerita-cerita anak Renca Juara (1981), Cerita Kak Murai (1984), Nakhoda Lancang
(1982), serta novel Kembali ke Pangkuan Ayah (1986).
7. I Gusti Nyoman Anak Agung Panji
Tisna,
termasuk keturunan raja di Bali, dilahirkan di Singaraja, 8
Februari 1908, meninggal di Singaraja, 1976, terkenal. dengan
roman-romannya Sukreni Gadis Bali, I Swasta Setahun di Bedahulu. Karya-karyanya
yang lain: Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935), Dewi Karuna (1938), I Made
Widiadi/Kembali kepada Tuhan (1954).
8. Hanidah/Fatimah Hasan Delais,
dilahirkan di Bangka, 8 Juni 1914, meninggal di sana, Mei
1953, terkenal dengan novel sosialnya berjudul Kehilangan Mestika;
9. Suman Hs. (Hasibuan),
dilahirkan di Bengkalis 1905, meninggal di Pakanbaru, 8 Mei
1999, termasyhur dengan karya-karya novelnya: Percobaan Setia, Kasih Tak
Terlerai, Mencari Pencuri Anak Perawan. Suman Hs yang terkenal sebagai
tokoh pendidikan di daerahnya, juga menulis novel Kasih Tersesat (1932),
Tebusan darah (1939), serta kumpulan cerpen Kawan Bergelut.
10. Marius Ramis Dayoh,
dilahirkan di Airmadidi, Minahasa, 1909, meninggal di Bandung, 15
Mei 1975. Ia menulis roman sejarah Pahlawan Minahasa, Peperangan Orang Minahasa
dengan Orang Spanyol (1931), antologi puisi Syair untuk ASIB (1935), Putera
Budiman (1941), Ratna Rakyat (1951), Koobangan (1953), dan Mamanua (1969).
11. Saadah Alim,
dilahirkan di Padang.9 Juni 1897, meninggal di Jakarta, 18 Agustus
1968. Berpegalaman sebagai guru HIS dan Sekolah Guru Wanita di Padang pada
zaman Belanda. Dari tahun 1924 sampai 1940 menjadi penulis di Bintang Hindia,
Panji Pustaka, Het Dagblad dan Volks courant. Karya-karyanya: drama
Pembalasannya (1940); terjemahan novel AnginTimur dan Angin Barat (karya Pearl
S. Buck, 1941); Marga Tidak Tegak Sendiri (karuya Freddy Vagers, 1949); Zuleika
Menyingsingkan Lengan Bajunya (karya Reisco).
D. Ciri-ciri Pujangga Baru
1. bahasa yang dipakai adalah bahasa
Indonesia modern,
2. Temanya tidak hanya tentang adat
atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi
wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
3. Bentuk puisinya adalah puisi
bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang
disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
4. Pengaruh barat terasa sekali,
terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
5. Aliran yang dianut adalah
romantik idealisme, dan
6. Setting yang menonjol adalah
masyarakat penjajahan.
7. Roman pada angkatan 33 ini banyak
menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil
simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah
diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan
pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir
semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.
8. Isi roman angkatan ini tentang segala
persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa
Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat,
agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis
idealistis.
Ciri-ciri karya sastra angkatan pujangga baru yaitu:
1) Jenis sastra puisi sangat dominan,dan cerita pendek semakin banyak ditulis begitu juga dengan drama
1) Jenis sastra puisi sangat dominan,dan cerita pendek semakin banyak ditulis begitu juga dengan drama
2) Struktur Estetika Puisi:
a. Puisinya puisi baru bukan pantun dan syair ada sonata dari Barat dan balada;
a. Puisinya puisi baru bukan pantun dan syair ada sonata dari Barat dan balada;
b. Pilihan kata-katanya indah;
c. Bahasa kiasan utama dan bentuknya simetris
c. Bahasa kiasan utama dan bentuknya simetris
d. Gaya ekspresi aliran romantik;
e. Gaya sajaknya polos,hubungan antar kalimat
jelas,hampir tidak ada ambigu;
f. Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana
kepuitisan utama.
) Prosa:
a. Alurnya lurus;
b. Teknik perwatakan tidak langsung,deskriptif fisik sedikit;
b. Teknik perwatakan tidak langsung,deskriptif fisik sedikit;
c. Tidak banyak digresi,gayanya romantik;
d. Sudut pandang orang ketiga;
e. Gaya bahasanya tidak dengan
perumpamaan klise
f. Masalahnya bersangkutan dengan kehidupan
masyarakat kota,emansipasi wanita,dan lain-lain;
g. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan sangat mewarnai
g. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan sangat mewarnai
h. Bersifat didaksis
E.
Contoh analisis hasil karya sastra Pujangga
Baru
Judul
: Sukreni Gadis Bali
Karya
: I Gusti Nyoman Panji Tisna
Tahun terbit I : 1936
Sinopsis
:
Men Negara berasal dari Karangasem, Bali. Ia meninggalkan daerah itu karena
suatu persoalan dengan suaminya. Buleleng adalah tempat tujuannya. Mula-mulai
ia menumpang di rumah seorang haji yang mempunyai tanah dan kebun yang luas.
Namun, karena Men Negara rajin bekerja dan hemat, ia kemudian dapat memiliki
kebun sendiri. Ketika pergi dari Karangasem, ia meninggalkan seorang anak yang
baru berusia delapan bulan. Di tempat ini ia melahirkan dua orang anak bernama
I Negara dan Ni Negeri yang berparas cantik dan dapat menarik para pekerja
pemetik kelapa untuk singgah di warungya. Disamping itu, Men Negara pun pandai
memasak sehingga masakannya selalu disukai oleh para pekerja itu. Di antara
mereka yang datang ke warung Men Negara adalah I Gde Swamba, seorang pemilik
kebun kelapa itu. Tak luput dari semua itu, Ni Negeri dan sudah tentu pula
ibunya, mengharapkan agar anak gadisnya itu dapat memikat I Gde Swamba menjadi
suaminya.
Suatu ketika, datanglah seorang manteri
polisi bernama I Gusti Made Tusan ke daerah itu. Sebagai manteri polisi, ia
disegani dan ditakuti penduduk. Banyak sudah kejahatan yang berhasil
ditumpasnya. Ini berkat kerjasamanya dengan seorang mata-mata bernama I Made
Aseman. Siang itu hampir saja Men Negara harus berurusan dengan I Gusti Made
Aseman karena I Made Aseman mengetahui bahwa Men Nagara telah memotong babi
tanpa surat izin dari yang berwenang. I Made Aseman sangat berharap agar Men
Nagara dipenjarakan di Singaraja karena kesalahannya itu. Jika Men Nagara
negara masuk penjara, para pemetik kelapa akan pindah ke warung iparnya. Namun,
apa yang diharapkan I Made Aseman sia-sia belaka karena tuannya, I Gusti Made
Tusan telah terpikat oleh tutur kata dan senyum Ni Negeri. Siang itu, Ida Gde
Swamba dan para pemetik kelapa sedang makan dan minum di warung Men Nagara.
Tanpa sepengetahuan mereka, datang seorang gadis bernama Luh Sukreni ke warung
Men Nagara. Ia mencari I Gde Swamba untuk urusan sengketa warisan dengan
kakaknya, I Sangia(Petrus Sudana) yang telah masuk agama kristen. Menurut adat
dan agama Bali, jika seorang anak beralih agama lain, baginya tak ada hak untuk
menerima harta warisan.
Namun kedatangan Luh Sukreni itu justru
membuat Men Nagara dan Ni Negeri iri hati, apalagi Sukreni yang lebih cantik
itu menanyakan Ida Gde Swamba. Ketika Menteri polisi itu tampak tertarik pada
Sukreni dan berniat menjadikan Ni Sukreni sebagai wanita simpanannya,
dicarinyalah siasat agar keinginan Menteri Polisi terpenuhi. Pada kedatanganya
yang kedua, Luh Sukreni kembali menanyakan Ida Gde Swamba di warung Men Negara.
Namun orang yang dicarinya tak ada. Dengan ramah dan senyum manis, ibu dan anak
menerima Luh Sukreni bahkan mereka memintanya untuk bermalam di warungnya
sampai Ida Gde Swamba tiba. Tanpa prasangka buruk, Luh Sukreni menerima tawaran
itu. Saat itulah Men Negara menjalankan siasat jahatnya. Pada malam harinya,
Luh Sukreni diperkosa oleh I Gusti Made Tusan. “Terima kasih Men Negara, atas
pertolonganmu itu, hampir-hampir tak berhasil tetapi…”. Begitulah I Gusti Made
Tusan menyatakan kesenangannya atas siasat busuk Men Negara. Sejak kejadian itu
Luh Sukreni pergi entah kemana.
Alangkah terkejutnya Men Negara ketika I
Negara, anaknya yang tidak bersama I Sudiana teman seperjalanan Luh Sukreni,
mengatakan bahwa Ni Sukreni adalah anak kandung Men Negara sendiri. Ayah Ni
Sukreni, I Nyoman Raka telah mengganti nama Men Widi menjadi Ni Sukreni.
Perubahan nama itu dimaksudkan agar Ni Sukreni tak dapat diketahui lagi oleh
ibunya. Men Negara sangat menyesal karena ia telah mengorbankan anaknya sendiri.
Ni Sukreni tak mau kembali ke kampungnya. Ia
sangat malu apabila kejadian itu diketahui oleh ayahnya dan orang-orang di
kampungnya. Ia mengembara entah kemana. Namun, Pan Gumiarning, salah seorang
sahabat ayahnya, mau menerima Ni Sukreni untuk tinggal di rumahnya. Tak lama
kemudian. Ni Sukreni melahirkan seorang anak dari hasil perbuatan jahat I Gusti
Made Tusan. Anak itu diberi nama I Gustam.
Takdir telah menentukan Ni Sukreni dapat
bertemu kembali Ida Gde Swamba. Semua itu berkat pertolongan I Made Aseman yang
pada waktu itu sedang menjalani hukuman di Singaraja karena telah memukul I
Negara sampai tak sadarkan diri. Ida Gde Swamba berjanji akan mengurus dan
membiayai anaknya itu.
I Gustam ternyata tumbuh dengan perangai dan
tabiat yang kasar. Sewaktu berusia dua belas tahun, ia sudah berani memukul
kepala ibunya. Setelah dewasa, ia berani pula mencuri sampai akhirnya masuk
tahanan polisi. Di dalam tahanan, I Gustam justru banyak memperoleh pelajaran
cara merampok dari I Sintung, salah seorang perampok dan penjahat berat yang
sudah terkenal keganasannya, ahli dalam hal perampokan dan kejahatan.
Setelah keluar dari penjara, I Gustam
membentuk sebuah kelompok. I Sintung yang ketika di dalam penjara sebagai
gurunya, kini bertekuk lutut di bawah perintah I Gustam yang tak segan-segan
membunuh siapa saja yang menentang perintahnya. Pada suatu malam, kelompok yang
dikepalai I Gustam melaksanakan aksi perampokan di warung Men Negara. Namun
rencana itu sudah diketahui oleh aparat keamanan. Perampokan di Men Negara
mendapat perlawanan dari polisi yang dipimpin oleh I Gusti Made Tusan. I Gusti
Made Tusan sendiri tidak mengenal bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah
anaknya sendiri. Maka ketika I Gustam hampir putus asa karena terkena kelewang
ayahnya, I Gusti Made Tusan baru mengetahui bahwa yang terbunuh itu adalah
anaknya sendiri, setelah ia mendengar teriakan I Made Aseman. Akhirnya ayah dan
anak itupun tersungkur dan mati.
Karakteristik
Periode Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang
yang
memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang
tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu
membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan,
khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal
seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng
ataupun Armyn Pane. Disamping itu pengaruh internal juga cukup kuat, seperti
terlihat dalam karyanya Amir Hamzah dan sejumlah pengarang yang lainnya.
Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam ini, maka terjadi akulturasi
budaya, yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan penyair
yang sebelumnya banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru
mulai mengarah pada hal-hal yang bersifat nasional dan universal.
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua
aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
a. Ciri Struktur Estetik
• Bentuknya
teratur rapi, simetris.
• Mempunyai
persajakan akhir.
• Banyak
menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.
• Sebagai besar
puisi empat seuntai.
• Tiap-tiap
barisnya terdiri atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra
(kesatuan sintaktis)
• Tiap gatranya
pada umumnya terdiri atas dua kata.
• Pilihan katanya
menggunakan “kata-kata Pujangga” atau “bahasa nan indah”.
• Gaya ekpresinya
beraliran romantik.
• Gaya sajak
Pujangga Baru diafan atau polos, tidak mempergunakan kata-kata kiasan yang
bermakna ganda, kata-katanya serebral, hubungan kalimat kalimatnya jelas.
b. Ciri Struktur
EkstraEstetik
• Masalahnya
bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, seperti
masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
• Ide nasionalisme dan
cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru.
• Ide keagamaan
menonjol.
• Curahan perasaan atau
curahan jiwa tampak kuat : kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan sebgainya.
• Sifat didaktis masih
tampak kuat.
Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra estetik maka dapat
diuraikan secara umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.
1. Tema pokok ceritanya
tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah
kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya
Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana
yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya.
2. Mengandung nafas
kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam
karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat
Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A.
Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.
3. Memiliki kebebasan
dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini
merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel,
cerpen, puisi, kritik dan esai.
4. Bahasa sastra Pujangga
Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata,
kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.
5. Romantik idealisme menjadi
cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa yang indah-indah, tetapi
sering terasa berlebihan.
6. Pengaruh asing yang
cukup kuat adalah negeri Belanda, yang kebetulan pada
saat itu berkuasa di Indonesia. Pengarang-pengarang Belanda melakukan
perubahan terhadap hasil karya pendahulunya, karena dirasakan sudah membeku.
Hal seperti ini, dilakukan oleh pengarang Pujangga Baru terhadap
beberapa hasil garapan pengarang Balai Pustaka. Dengan demikian,
karakter sastra Pujangga Baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan Balai
Pustaka. Adapun perbedaan antara karya sastra Pujangga Baru dengan Balai
Pustaka dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Balai Pustaka
1. Belum mempunyai cita-cita yang didukung bersama, hanya membuat
buku bacaan.
2. Belum ada bentuk esai dan pembagian puisi.
3. belum ada bentuk drama.
4. Berbahasa Melayu.
5. Belum bermutu sastra.
6. Didirikan oleh Belanda.
7. Dipimpin oleh orang Belanda.
Pujangga Baru
1. Sudah ada cita-cita yang didukung bersama.
2. Sudah ada bentuk esai, sonata, dan prosa lirik
3. Sudah ada bentuk drama.
4. Berbahasa Indonesia
5. Bermutu sastra.
6. Didirikan oleh bangsa Indonesia.
7. Dipimpin oleh orang Indonesia.
8. Diilhami oleh angkatan 80 di negeri Belanda.
2.3 Sumbangan Pujangga Baru dalam Perkembangan Sastra Indonesia
Problema terpenting yang dimuat dalam majalah Pujangga Baru adalah
terbitnya kritik dan esai-esai tentang problemik kebudayaan, pendidikan,
kesenian dan sastra. Dalam bidang kebudayaan dan pendidikan terjadi perdebatan
yang cukup panjang antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Dr. Sutomo. Di bidang
kebudayaan dan seni terjadi perdebatan antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan
Sanusi Pane.
Dalam hal ini Dr. Sutomo dan Sanusi Pane menolak konsepsi
kebudayaan yang disampaikan Sutan Takdir Alisyahbana. Di bidang kesusastraan
Syahrir menyatakan sastra Indonesia harus diberikan penilaian kepadanya. Kritik
dan esai-esai kebudayaan yang di muat dalam majalah Pujangga Baru dikumpulkan
oleh Achdiat Kartamiharja dan diterbitkan pada tahun 1949 dengan judul “
Polemik Kebudayaan “. Sehubungan dengan penerbitan sastra dalam majalah
Pujangga Baru, maka dapat dikemukakan beberapa sumbangan dibidang sastra
sebagai berikut:
1. Sumbangan
terpenting adalah penyair-penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di
bidang puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.
2. Sumbangan kedua,
karangan roman dalam bentuk novel mulai diperkenalkan pengarang, dimana
ceritanya sudah mulai dpersoalkan kehidupan modren.
3. Sumbangan ketiga,
karangan cerita pendek sudah menghiasi kesusastraan Indonesia. Misalnya, karya
Sunan H. S yang berjudul “ Kawan Bergelut”.
4. Sumbangan keempat,
munculnya kritik dan esai-esai kebudayaan. Para penulis telah berani
mengemukakan pendapatnya, bagaimana kebudayaan Indobesia di masa akan dating.
Bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap tradisi dan pembaharuan di lain
pihak.
5. Sumbangan kelima,
yang tidak kalah pentingnya munculnya kritik dan esei
tentang kesusastraan Indonesia. Kritik muncul sesudah terbitnya
nover “Belenggu”. Jadi hasil cipta sastra bukan lagi sekedar bahan bacaan,
tetapi sastra sudah merupakan bagian dari kehidupan.
6. Sumbangan yang
tidak boleh kita lupakan, sastra dalam bentuk drama cukup banyak juga
dihasilkan pengarang-pengarang muda. Tema-tema ceritanya diambil dari peristiwa
sejarah kebesaran bangsa Indonesia pada masa lampau. Misalnya : Airlangga,
Sandhyakalaning Majapahit dan ada juga temanya diambil dari persoalan-persoalan
pada zaman Pujangga Baru.
2.4 Tokoh Periode Angkatan Pujangga Baru.
Angkatan Pujangga Baru mempopulerkan jenis puisi yang lazim
disebut puisi baru yang meliputi soneta, distikon, kwartrain, dan sebagainya.
Penyair yang
dipandang paling kuat pada masa Pujangga Baru adalah Amir Hamzah
yang oleh H.B. Jassin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Ada penyair yang
cukup kuat pada masa ini, misalnya : Sanusi Pane, J.E. tatengkeng, Sultan
Takdir Ali Syahbana, dan Asmara Hadi. Berikut ini adalah penyair-penyair
Angkatan Pujangga Baru :
1. Amir Hamzah
Amir Hamzah dipandang sebagai penyair terbesar pada masa sebelum
perang. Oleh karenanya H.B. Jassin menyebutkan sebagai Raja Penyair Pujangga
Baru. Dua buah kumpulan puisinya yang terkenal adalah Nyanyi Sunyi (1937)
dan Buah Rindu (1941). Sebenarnya puisi-puisi dalam Buah Rindu merupakan
karya-karya pada awal kepenyairan Amir Hamzah, namun karena dipandang kurang
memiliki kedalaman emosi, puisi-puisi tersebut diterbitkan kemudian.
Puisi-puisi yang terkumpul dalam Nyanyi Sunyi lebih menunjukkan hasil
karya permulaan dari penyairnya, ketika ia baru mencoba menciptakan puisi.
Di samping kedua karyanya itu, Amir Hamzah juga mengumpulkan
sajak-sajak terjemahan. Sajak-sajak yang diterjemahkan itu berasal dari
Negara-negara tetangga dan diterbitkan dengan judul Setanggi Timur.
Sajak-sajak Amir Hamzah yang terkenal dikumpulkan di dalam Nyanyi Sunyi.
Sajak-sajak itu diantaranya “Doa” yaitu :
“Doa”
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samara sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik.
Angina malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa
menayang piker, membawa angan ke bawah kursiMu.
Hatiku terang menerima kataMu, bagai bintang memasang lilinNya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihMu, bagai sedap malam menyirak
kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan kataMu, penuhi dadaku dengan,
cahayaMu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar galakku rayu.
“Doa” Amir Hamzah bersifat. Dalam puisinya ini Amir Hamzah ingin
menunjukkan kemesraan hubungannya dengan Tuhan bagaikan kemesraannya dengan
sang kekasih. Dalam puisi ini bahkan Tuhan disapa dengan kata “Kekasihku”.
Dalam karangan-karangannya, ia tidak terlepas dari unsur Melayu dan unsur lama,
yaitu bentuk pantun dan syair. Baris-barisnya tersusun atas dwiangga- tunggal
dengan sebuah jeda (caesure) di tengah baris. Pada bentuk-bentuk puisinya,
unsur Melayu pada Amir Hamzah tampak juga pada :
a. Sifatnya yang
suka terhina-hina diri Misalnya untuk menyebutkan dirinya dipakai kata-kata
dagang, musafir hina.
b. Pemakaian kosakata
dan perbandingan-perbandingan.
c. Ia tidak pernah
menggunakan bentuk soneta dalam karangan puisinya, walaupun bentuk itu amat
digemari orang pada masa itu.
Demikianlah Amir Hamzah sebagai penyair terbesar pada masa
Pujangga Baru. Karena irama puisinya kebanyakan padu, maka H.B. Jassin juga
menjulukinya sebagai penyair dewa irama. Amir Hamzah adalah bangsawan dari
Langkat yang lahir pada tanggal 28 Februari 1911 (tepatnya di Tanjungpura).
Beliau wafat tanggal 19 Maret 1946 dalam “revolusi sosial” di Sumatra Utara.
Setelah menamatkan HIS ia melanjutkan MULO di Medan, kemudian AMS di Solo (di
sini ia bertemu dengan kekasihnya yang meninggalkan kesan mendalam di hatinya,
yakni Ilik Sundari). Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Hakim Tinggi di
Jakarta. Percintaannya dengan Ilik Sundari tidak berlanjut karena Amir Hamzah
dipanggil pulang ke Langkat dan kemudian dikawinkan dengan putri pamannya serta
tidak sempat berjumpa kembali dengan Ilik Sundari.
2. Sutan Takdir
Alisjahbana
Sutan Takdir Alisjahbana lebih dikenal sebagai tokoh prosawan
Angkatan Pujangga Baru daripada tokoh puisi. Prosa-prosanya menjadi salah satu
tonggak baru dalam dunia prosa di Indonesia. Gagasan-gagasan Sutan Takdir
Alisjahbana yang cemerlang lebih banyak dicetuskan lewat prosa-prosanya
daripada lewat puisi-puisinya. Mulai dari Layar Terkembang, Grotta Azzura, sampai
dengan Kalah dan Menang, dikemukakan gagasan-gagasan dalam berbagai
bidang kehidupan. Puisi-puisi Sutan takdir Alisjahbana dikumpulkan dalam
kumpulan puisinya Tebaran Mega. Salah satu puisi adalah “Kembali” yaitu
:
“K E M B A L I”
Ketika beta terjaga di dini hari
Melihat ‘alam sepermai ini,
Terasalah beta darah baru
Gembira berdebur di dalam hatiku.
Girang
unggas bersuka ria,
Gemilang
sekar bermegah warna,
Mega
muda bermain di awing,
Kemilau
embun menyambut terang.
Hidup,
hiduplah jiwa,
Turut
gembira turut mencipta
Dalam
alam indah jelita
Jalan
waktu terlambat tiada,
Siang
terkembang malam ‘lah tiba:
Percuma
dahlia tiada berbunga.
(St.
Takdir Alisyahbana)
Karena
idealisme yang menggebu-gebu, seringkali Sutan Takdir Alisjahbana menunjukkan
kepada kita emosi yang meluap-luap tidak terkendalikan. Karena tampilnya emosi
secara berlebihan, kadang-kadang pengucapan tema menjadi kurang matang. Sebagai
contoh adalah puisi “Perjuangan” berikut ini:
Perjuangan
Tenteram
dan damai?
Tidak,
tidak Tuhanku!
Tenteram
dan damai waktu tidur di malam sepi.
Tenteram
dan damai berbaju putih di dalam kubur.
Tetapi
hidup adalah perjuangan.
Perjuangan
semata lautan segara.
Perjuangan
semata alam semesta.
Hanya
dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai.
Hanya
dalam berjuang berkobar Engaku Tuhanku di dalam dada.
(“Perjuangan”)
Di
dalam puisi di atas, penyair menyindir perkataan tenteram dan damai yang
mendalam yang dalam hal ini ditujukan kepada Taman Siswa. Jika kita masih hidup
di dunia ini, sebenarnya tidak layak menginginkan tenteram damai itu. Hanya
waktu tidur dan matilah kita akan tenteram dan damai. Hidup penuh perjuangan.
Kiranya sang penyair sedikit bingung memberikan makna tenteram dan damai ini,
karena secara berlebihan ia ingin menolak sikap yang puas terhadap keadaan
tenteram dan damai itu. Apabila kita
perhatikan benaar-benar keseluruhan karangan STA, pada umumnya tampak ada
beberapa sifat pada karangan-karangan itu :
a.
Karangan itu terutama didorong
oleh hasratnya untuk berjuang membawa bangsanya ke arah kemajuan sesuai dengan
perkembangan masyarakat modern.
b.
Bahasanya yang digunakan sederhana
bersahaja dalam arti mudah dipahami dan meyakinkan.
c.
Sebagian besar karangannya
mengandung suasana kegembiraan dan suasana optimisme.
3.
J.E. Tatengkeng
Penyair
yang sajak-sajaknya berisi ratapan duka ini dilahirkan di kolongan Sangihe,
Minahasa pada tanggal 19 Oktober 1907 dan meninggal dunia pada tanggal 6 Maret
1968 di Ujung Pandang. Pendidikan yang dilaluinya adalah HKS, HIS di Tahuna,
dan kemudian di Pajeti. Tahun 1947 pernah menjabat sebagai Menteri Muda
Pengajaran dan kemudian tahun 1949 menjabat sebagai Perdana menteri Negara
Indonesia Timur (NTT).
Pernah
menjabat sebagai Kepala Inspeksi Kebudayaan Provinsi Sulawesi
Selatan
di Makassar. Tatengkeng pernah menjabat sebagai dosen dan pendiri Universitas
Hasanuddin. Sajak-sajaknya dikumpulkan dalam Rindu Dendam (1934). Puisi-puisi
dalam kumpulan ini bernafaskan ketuhanan dan rasa syukur penyair atas kurnia
Tuhan. Kedudukan yang diungkapkan lewat puisinya adalah disebabkan oleh
kematian anaknya; kemudian nasib itu diterimanya sebagai kehendak Tuhan yang
mesti diterima dengan tawakal.
Walaupun
pengaruh Angkatan 80-an amat jelas pada J.E. Tetengkeng antara keduanya
terlihat adanya perbedaan-perbedaan seperti yang dikemukakan oleh A. Teeuw
sebagai berikut :
a.
Jika puisi-puisi Angkatan 80-an
umumnya mengandung kemurahan dan kesedihan. Puisi Tatengkeng lebih banyak
mengandung suasana kegembiraan.
b.
Pada Angkatan 80-an terdapat
pertentangan antara agama dengan umat Kristen. Sedangkan pada J.E. Tatengkeng
pertentangan semacam itu tidak ada. J.E. Tatengkeng sebagai penyair memang
tidak deduktif, berhubungan dengan perhatiannya yang meliputi
berbagai kegiatan. Akan tetapi, dalam deretan pengarang Pujangga Baru ia
termasuk penyair yang penting karena memiliki berbagai kekhususan, baik
tenttang dirinya maupun puisi-puisinya.
4. Hamidah
Nama sesungguhnya adalah Fatimah Hasan Delais. Ia lahir tahun 1914
dan meninggal pada 8 Mei 1953 di Palrmbang. Ia pengarang wanita pada zaman
Pujangga Baru. Namanya menjadi penting karena pengarang dari kaum wanita pada
masa itu belum banyak dan karangannya memang mempunyai corak khusus. Salah satu
karangannya yang cukup penting adalah berjudul Kehilangan Mustika.
5. Armijn Pane
Armijn Pane lahir di Muara, Sipongi, Tapanuli, 18 Agustus 1908.
Dalam tulisan-tulisannya ia memakai nama samara yang berbeda-beda antara lain
Adinata, A-Jiwa, A.Mada, A.Panji, Empe, dan Kornot. Karangannya meliputi
berbagai macam bentuk novel, drama, puisi, cerpen esai dan juga karangan
tentang pengetahuan tata bahasa. Salah satu karangannya yangterkenal berjudul
Belenggu (1940).
6. I Gusti Nyoman Putu Tisna (Anak Agung Panji Tisna)
Ia seorang pengarang dari Bali, beragama Hindu, lahir di
Singaraja, 8 Februari 1908. Karangannya telah banyak diterbitkan. Sebagian
besar karangannya mengambil tema yang berhubungan dengan adat kepercayaan
masyarakat Bali dan dengan sendirinya mengambil latar belakang kehidupan di daerah
Bali pula. Salah satu karangannya yang terpenting adalah berjudul Sukreni Gadis
Bali.
7. Suman Hs. (Hasibuan)
Ia dilahirkan di Bengkalis pada tahun 1904. Suman Hs. Terkenal
sebagai pengarang cerita detektif, seperti dalam karangan yang berjudul Mencari
Pencuri Anak Perawan. Ia juga menulis beberapa puisi yang dimuat dalam majalal,
Panji Pustaka dan Majalah Pujangga Baru. Ciri khas pada semua karangan Suman
Hs. yang paling menonjol ialah:
• Bahasa yang digunakan sungguh lancer, hidup dan memiliki perhatian.
• Sifat kejenakaannya terdapat pada hamper semua karangan.
• Semua novelnya mengandung unsure detektif walaupun sifat
detektifnya masih sederhana dan orang gampang menebak penyelesaian
persoalannya.
8. M.R. Dayoh (Dr. He. Marius Ramis Dayoh)
Karangannya:
- Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (1931)
- Pahlawan Minahana (Novel Sejarah 1935) dan lain-lain
9. Asmara Hadi
Nama sebenarnya Abdul Hadi. Nama samarannya Asmara Hadi, H.R. Hadi
Ratna, IDIN dan IPIH A. Ia banyak menulis puisi dalam beberapa majalah, tetapi
belum ada yang dibukukan tersendiri. Karangannya yang terkenal adalah Di
Belakang Kawat Duri.
10. A. Hasymy (M. Ali Hasyim)
Ia pernah jadi Gubernur Aceh tahun 1957. Hampir semua sajaknya
bernafaskan Islam dan mengandung unsur nasionalisme. Karangannya: Kisah Seorang
Pengembara (Kumpulan Puisi, 1936) Dewan Sajak (Kumpulan Puisi, 1940)
11. Abdul Muis
Abdul Muis lahir pada tahun 1890. Belajar pada HIS (Sekolah Rakyat
Belanda) dan Stovis (Sekolah Dokter) sampai tahun 1905, tetapi tidak tamat.
Menjadi jurnalis (wartawan) dan menceburkan diri dalam gelanggang polotik.
Banyak menyadur dan menterjemahkan juga banyak menulis cerita lama secara
singkat. Romannya yang terkenal :
_ Salah Asuhan
_ Pertemuan Jodoh
12. Sanusi Pane
Lahir di Muara Sinongi(tapanuli) tahun 1905. mengunjungi Balai,
Sibolga dan Padang. Sudah itu masuk sekolah mulo di padang dan kemudian di
Jakarta. Akhirnya masuk kweekschool Gunung sari. Umur 19 tahun dianggat jadi
guru pada Kweekscool Gunung Sari, yang kemudian pindah ke Lembang dan menjadi
HIK. Juga mengajar di HIK. Negeri di bandung. Akhir tahun 1982 ia pergi ke
India untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan Hindu. Kembali dari India
ia memimpin majalah Timbul. Tahun 1934 ia memimpin perguruan Rakyat di Bandung dan
masuk ke jurnalistik (menjadi jurnalistik). Pindah ke Perguruan Rakyat di
Jakarta, kenudian menjadi pemimpin harian kebangunana dan kepala pengarang pada
Balai Pustaka. Dalam karangan Sanusi Pane kelihatan 3 pengaruh: barat, India
dan Jawa. Pengaruh barat kelihatan dalam Panoaran Cinta dan Madah Kelana dan
lakon-lakonnya kelihatan pengaruh India. Ia condong jemistik Hindu.
Pengaruh Jawa terang benar pada pilihan ini beberapa sandiwaranya.
Pada Sanusi Pane berbagai-bagai pengaruh tidak menjadi bulat padu, tetapi ia
sering kelihatan melompat dari yang satu kepada yang lain, pendudukan Jepang
menjadi ketua pusat Krbudayaan Jakarta.
Karangannya :
1. Pancaran Cinta (Prosa- lirik, 1926).
2. Puspa Maga (kumpulan sajak, 1927).
3. Madah Kelana (kumpulan sajak, 1931).
4. Kertajaya (sandiwara 1932).
5. Sandyakala ning Majapahit (sandiwara 1933).
6. Manusia baru ( Sandiwara 1940).
7. Sejarah Indonesia (1942)
13. Mohammad Yamin.
Dilahirkan di Sawah Lunto pada 23-8-1903. jalan sekolahnya agak
membelok-belok. Dari sekolah Desa ke HIS, lalu ke Mulo. Dari Mulo masuk sekolah
Pertanian lalu dipindah ke Sekolah Dokter Hewan. Kemudian pindah lagi ke AMS.
Jogyakarta mencapai samtamat. Akhirnya melanjutkan ke RHS. Dan mencapai gelar
MR. Pada th.1932.Di samping pekerjaannya sebagai pengacara dan ornaf
pergerakan, ia masih sempat mempelajari secara mendalam bahasa dan sejarah
Indonesia serta kebudayaan Timur.waktu muda ia banyak menulis puisi (Soneta
terutama).
Pada usia tiga puluh ia menulis tonil “menantikan surat dari
Raja”(terjemahan karangan R.Tagore 1928), dan Ken Arok dan Ken Dedes “. Setelah
umur empat puluhan menulis biofgrafi, misalnya : Gajah Mada, Diponegoro. Berapa
kali menjadi menteri. Karangannya yang lain misalnya :
1. Tan Malaka (1945).
2. Pantun-pantun sonata-soneta dan sanjak-sanjak bebas antara lain
:
a. Gita gembala (kumpulan sonata).
b. Pagi-pagi (Soneta).
c. Gubahan (sonata).
d. Sungguhkan (sanjak bebas).
14. Rustam Effendi
Lahir di Sumatra tahun 1903. sesudah sekolah rendah mengunjungi
Kweekschool Bukit tinggi, Hogere Kweekschool (SGA). Bandung, mendapat dan
mencapai hoofdaote di negeri Belanda, menjadi anggota Tweede kamer sebagai
wakil partai komunis (1936-1946). Mengunjungi Rusia kembali ke Indonesia
sesudah keluar dari partai komunis dan mengabungkan diri dengan tan Malaka.
Dalam kesusastraan salah seorang kenamaan sebelum Pujangga baru, karena
keberaniannya membuat experiment tentang bahasa, malahan dapat dianggap salah
seorang perintis jalan untuk puisi sesudah perang dunia ke 2. karangannya tidak
mudah difahami, karena penuh dengan kata-kata dialek (yang hanya dipakai di
suatu daerah saja) dan exsperimen-experimen bahasa.
Karangan :
1. Percikan Perempuan (kumpulan sajak 1924).
2. Rabasari (drama)
15. Ach. Kartamihardja
Lahir tahun 1911 di Bandung. Tamat sekolah Mulo di Bandung, sampai
akhir tahun 1939 menjadi employe kebun di Parakan Salak. Awal 1940 jatuh sakit
dan di raawat di Cisarun lima bulan lamanya. Ketiga itu banyak membaca dan
terutama tertarik kepada pengarang-pengarang Nowergia. Waktu itu juga tertarik
pada kesusastraan Indonesia dan agama Islam. Menulis sajak dalam majalah Panci
Pustakasuara Timur, Pujangga Baru, Panca Raya dan Pembangunan. Semasa
Pemerintahan Jepang masuk bekerja pada Pusat Kebudayaan Jakarta, sebagai
penterjemah buku-buku Suna. Menjadi sekretaris dari “Angkatan Baru, yaitu
kumpulan seniman-seniman yang didirikan oleh Pusat Kebudayaan. Menjadi anggota
peibang Pergabungan Usaha Sandiwara Jawa. Beberapa bulan sebelum Jepang jatuh,
minta berhenti lalu berdagang.
Karangannya:
Beberapa paham Angkatan 45 (Tinta Mas 1953)
16. Intovo
Nama samarannya: Rhamedin. Lahir di Tulungagung 27-7-1912. Masuk
HIS di Mojokerto, Lamongan, Nganjuk dan Blitar dan kemudian HIK (SGA) di
Blitar. Tahun 1930 pindah ke HIK Gunungsari di Lembang. Tahun 1933 tamat lalu
masuk Hoofd-acte Cursus di Bandung, kemudian pada sekolah Mardisiswa di Blitar.
Mulai tahun 1938 bekerja di HIS
Rangkasbitung.
Karangannya:
Sajak termuat dalam majalah Keluarga (Tamansiswa), Pujangga Baru,
Kejawen bahasa Jawa dan Bangun (Bahasa Belanda) .
17. Ajirabas
Nama sebenarnya WJS. Purwedaminto. Lahir di Yogyakarta, 20-7-
1903. Mula-mula sekolah HIS sore, lalu pindah ke sekolah Klas II. Kemudian,
Normaalschool Muntilan. Akhirnya Normaalschool Ambarawa. Tetapi pengetahuannya
yang terbanyak diperoleh pada waktu sudah bekerja sebagai guru. Mula-mula
belajar bahasa Belanda, sudah itu filsafat di bawah pimpinan Dr. J. van
Rijckervorsel, Belajar Jawa Juno di bawah pimpinan Dr. C. Coxs. Sementara itu
dipelajarinya juga bahasa Inggris. Ketika ia menjadi guru bahasa Indonesia di
Jepang, ia melanjutkan pelajaran bahasa dan kesusastraan Inggris serta
dipahamkannya juga sekedarnya bahasa Jepang. Agamanya Rooms Katholik. Di Jepang
ia tinggal selama 5 tahun, yaitu dari 1932 sampai 1937, setelah kembali dari
Jepang bekerja pada Balai Pustaka sebagai redaktur.
Karangannya:
1. Pacoban (1933)
2. Bausastra Jawa
3. Kamus Umum Bahasa Indonesia dan lain-lainnya
18. Yogi (A. Rival)
Lahir di Bonjol 1876. Guru bantu. Sejak 1955 bertani dan berniaga.
Terasa pengaruh ajaran Theosofi padanya.
19. Dr. Abu Hanifah (dengan nama samara El Hakim)
Lahir tahun 1906 di Padang Panjang. Keluaran Sekolah Tinggi
Kedokteran, Jakarta. Menulis beberapa sandiwara.
20. Jamaluddin (dengan nama samara Adi Negoro)
Pernah belajar di Stovia. Bergerak dalam lapangan jurnalistik.
(persuratkabaran) Darah Muda Asmara Jaya.
21. Hamka (Haji Abdul Molik Karim Amrullah)
Lahir tahun 1908 di Sumatra Barat, anak Dr. H. Karim Amrullah.
Hamka terkenal sebagai pengarang Islam (tidak masuk Angkatan yang telah
dicarakan di atas).
22. Soetomo Jauhari Arifin
Lahir tahun 1916 dekat Madiun. Mengikuti kursus terkenal (tukang
gambar) dan opname.
Karangannya: Andang Teruna
23. Hamidah (Nama sebenarnya Fatimah Hasan Delais)
Lahir di Mentok 13-6-1915. Meninggal 8-5-1953. Lepas dari sekolah
Rakyat selanjutnya ke Meisyee Normaal – School di Padang Panjang. Tahun 1926
mulai mengajar pada Gr. di Mentok kemudian mengajar diPalembang Institut.
Sambil bekerja belajar di Palembang bahasa Inggris dan pegang buku. Gemar membaca
karangan Shakespease. Mengajar pada perguruan Taman Siswa sampai Jepang dating.
Waktu revolusi berjalan membuka sekolah sendiri, yang pada tahun 1949
diserahkan kepada Pemerintah. Karangannya popular ialah: Kehilangan Mestika
(roman)
24. Mozasa (Nama sebenarnya Mokhamat Zain Saidi)
Lahir di Sumatra Timur 1913. Tahun mengunjungi Normaalschool di
Pematang Siantar masuk opleiding voor Landbouwenderwizer di Pancosan (Bogor)
1934. Menjadi guru Sekolah Desa di Kisaran 1935. Menjadi guru tani pada
Verslgschool di Arnhemia. Karangan sajaknya dimuat antara lain dalam Pujangga
Baru.
25. Anas Maruf
Lahir tahun 1922. Fakultas Hukum ( Gajah Mada Jogyakarta 1946 –
1948). Banyak menterjemahkan karangan R. Tagore (Kahir Citra, Sadhana).
26. Munis Samsul Azhar
Lahir di Kotaraja tahun 1921. Fakultas Kesusasteraan Gajah Mada.
Karangan : Sanjak “ Bunglon”.
27. Lauren Kostar Bohang.
Lahir tahun 1913 di Sangihe. AMSB.
Karangannya :
1. Essay tentang Amir Hamzah.
2. Setangkai Kembang Melati.
28. Rival Amin
Lahir tahun 1927 di padang Panjang. Pendidikan SMA. Pekerjaan :
Tukang catur, pembantu pada Badan Kepolisian, redaktur majalah “ Nusantara”,
redaktur majalah “ Gema Suasana”.
Karangannya :
1. Tiga menguak Takdir.
2. Tali Jangkat Putus
29. Asrul Sani
Lahir di Sumatra Barat tahun 1926. pendidikan : Perguruan Tinggi
Kedokteran Hewan Bogor. Di waktu revolusi memimpin Lasykar Rakyat. Kemudian
masuk tentara, jadi mahasiswa, menerbitkan harian perlawanan “
Suara Bogor” ; redaktur Gema Suasana”.
Gubahannya :
1. Anak Laut ( Puisi)
2. Surat dari ibu ( Puisi)
3. Bola Lampu ( ceritera pendek ).
4. 40. Adrus
30. Idrus
Lahir 21-9-1921. di Padang. Di samping Khairil Anwar dalam puisi,
pembawa udara baru dalam prosa kesusasteraan Indonesia. Mulai menulis
lukisan-lukisan ceritera pendek dan sandiwara, sesudah Jepang mendarat dalam
tahun 1942. lukisan-lukisannya : Corat-coret di bawah Tanah, di tulisnya semasa
Jepang dan baru bisa di umumkan sesudah proklamasi Indonesia merdeka. Sandiwara
yang di tulisnya semasa Jepang dan baru bisa di umumkan sesudahnya :
1. Drama Ave Maria
2. Keluarga Surono
3. Kejahatan membalas dendam
4. Dr. Bisma
5. Jibaku Aceh.
Perjalanan pandangan hidupnya kelihatan dalam karangankarangannya
Ave Marin ( ceritera pendek ), melalui corat-coret di bawah Tanah sampai ke Surabaya
dan jalan lain ke Roma, yang dibukukan oleh Balai Pustaka di bawah nama : dari
Ave Marin ke jalan lain ke Roma.
31. Ananta Tur Pramoedya
Lahir di Blora tahun 1925. pendidikan: SR. Blora dan Taman Dewasa
Jakarta. Waktu Jepang : pegawai Domei; permulaan revolusi ; fron–korenpondent
resimen 6, divisi Siliwangi – di tawan Belanda dari tahun 1947 – 1949.
Karangannya :
1. Perburuan
2. Subuh
3. Percika Revolusi
4. Keluarga Gerilya
5. Di tepi kali Bekasi
6. Mereka yang di lumpuhkan.
32. Samiati Akisyahbana
Lahir tanggal 15-3-1930. pendidikan His, SMP, SMA. Gubahannya :
1. Gambar Hidup ( puisi bebas )
2. Hanya mencoba ( puisi bebas)
3. Air Tenang ( puisi bebas).
33. S. Rukiah
Lahir 25 – 4 – 1927 di Purwakarta – Pendidikan : Sekolah Guru
tahun (C. V. O ). Guru Sekolah Rendah Gadis Purwakarta. Karangannya :
1. Pohon Sunyi ( puisi bebas )
2. Pulasan Hidup ( puisi bebas ).
34. Waluyati
Lahir 5 – 12 – 1924 di Sukabumi. Pendidikan : ELS – Mulo – HBS.
Besar perhatiannya kepada alam – Gemar melukis dan main musik.
Gubahannya :
1. Telaga Remaja ( sonata berekor )
2. Nanti, Nantikanlah ( puisi bebas )
3. Siapa ? ( puisi bebas )
4. Berpisah ( puisi bebas )
5. Engkau ( puisi bebas ).
35. Rosihan Anwar
Lahir pada 10 – 5 – 1922 di Padang. Pendidikan AMSI di Jogya,
kemudian SMT. Jakarta. Pekerjaan wartawan “ Asin Raya” – “ Merdeka” – “
Singsat” dialah yang mula-mula memakai nama “ Angkatan 45” sebagai nama suatu
aliran. Karangannya : Radio Masyarakat ( ceritera pendek ).
36. H. B. Yassin
Ahli kritik yang terkemuka dewasa ini. Tempat lahirnya di
Minahasa. Banyak mengarang kupasan-kupasan tentang hasil seni dan kebudayaan
pada umumnya. Mula-mula banyak mengubah syair, tetapi akhirnya lebih banyak menumpahkan perhatiannya kepada soal
menimbang dan memperkatakan hasil-hasil kesusasteraan.
Karangannya :
1. Pancaran cita ( 1946 kumpulan )
2. Gema Tanah Air ( kumpulan puisi dan prosa ) ( 1942 – 1948 ).
3. Angkatan 45 ( 1951 )
Posted by muhamad nurdin fathurrohman Posted on 9:24 PM
Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera
Alias : Amir Hamzah | Tengku
Amir Hamzah
Lahir : Tanjung Pura, Langkat,
Sumatera Timur,
Hindia Belanda .Selasa, 28 Februari 1911
Meninggal: 20/31946 (umur 35)
Kwala Begumit,
Binjai, Langkat, Indonesia.
Makam: Masjid Azizi, Tanjung
Pura,
Langkat, Sumatera Timur, Indonesia
Pekerjaan: Sastrawan,
Penyair,
Pejabat Pemerintahan Daerah.
Bahasa: Indonesia, Melayu.
Kebangsaan: Indonesia.
Suku bangsa: Melayu.
Aliran sastra:
Simbolisme.
Tema: Cinta, Agama
Karya terkenal: Boeah
Rindoe (1937),
Njanji Soenji (1941).
Pasangan : Tengkoe
Poeteri Kamiliah
Anak: Tengkoe Tahoera
Ayah : Tengku Muhammad Adil
|
Tengkoe Amir Hamzah yang
bernama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau lebih
dikenal hanya dengan nama pena Amir Hamzah (lahir di Tanjung Pura, Langkat,
Sumatera Timur, Hindia Belanda, 28 Februari 1911 – meninggal di Kwala Begumit,
Binjai, Langkat, Indonesia, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun). Ia adalah
sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Dia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan
Langkat).
Amir mulai menulis puisi saat masih remaja meskipun karya-karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan ke Jawa. Menggambarkan pengaruh dari budaya Melayu aslinya, Islam, Kekristenan, dan Sastra Timur, Amir menulis 50 puisi, 18 buah puisi prosa, dan berbagai karya lainnya, termasuk beberapa terjemahan. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe.
Pendidikan
Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada umur 5 tahun dengan bersekolah di Langkatsche School di Tanjung Pura pada 1916. Setamat dari Langkatsche School, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di MULO, sekolah tinggi di Medan. Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolah di Christelijk MULO Menjangan dan lulus pada tahun 1927. Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya di AMS (Aglemenee Middelbare School), sekolah lanjutan tingkat atas di Solo, Jawa Tengah.
Di sana dia mengambil disiplin ilmu pada Jurusan Sastra Timur. Amir Hamzah adalah seorang siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Disiplin dan ketertiban itu nampak pula dari keadaan kamarnya. Segalanya serba beres, buku-bukunya rapih tersusun di atas rak, pakaian tidak tergantung di mana saja, dan sprei tempat tidurnya pun licin tidak kerisit kisut. Persis seperti kamar seorang g4dis remaja.
Sekitar tahun 1930, pemuda Amir terlibat dengan gerakan nasionalis dan jatuh cinta dengan seorang teman sekolahnya, Ilik Soendari. Bahkan setelah Amir melanjutkan studinya di sekolah hukum di Batavia (sekarang Jakarta) keduanya tetap dekat, hanya berpisah pada tahun 1937 ketika Amir dipanggil kembali ke Sumatera untuk menikahi putri sultan dan mengambil tanggung jawab di lingkungan keraton. Meskipun tidak bahagia dengan pernikahannya, dia memenuhi tugas kekeratonannya.
Selama mengenyam pendidikan di Solo, Amir Hamzah mulai mengasah
minatnya pada sastra sekaligus obsesi kepenyairannya. Pada waktu-waktu itulah
Amir Hamzah mulai menulis beberapa sajak pertamanya yang kemudian terangkum
dalam antologi Buah Rindu yang terbit pada tahun 1943. Pada waktu tinggal di
Solo, Amir Hamzah juga menjalin pertemanan dengan Armijn Pane dan Achdiat K
Mihardja. Ketiganya sama-sama mengenyam pendidikan di AMS Solo, bahkan mereka
satu kelas di sekolah itu. Di kemudian hari, ketiga orang ini mempunyai tempat
tersendiri dalam ranah kesusastraan di Indonesia.
Setelah menyelesaikan studinya di Solo, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, rasa kebangsaan di dalam jiwa Amir Hamzah semakin kuat dan berpengaruh pada wataknya. Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat, termasuk Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya, Amir Hamzah menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe.
Karya
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “M4buk” dan “Sunyi” yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang dibuat oleh Amir Hamzah.
Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji (EYD: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
Meninggal Dunia
Revolusi sosial yang meletus pada 3 Maret 1946 menjadi akhir bagi kehidupan Amir Hamzah. Dia menjadi salah satu korban penangkapan yang dilakukan oleh pasukan Pesindo. Kala itu pasukan Pesindo menangkapi sekitar 21 tokoh feodal termasuk di antaranya adalah Amir Hamzah pada 7 Maret 1946. Pada tanggal 20 Maret 1946, orang-orang yang ditangkap itu dihukum mati. Amir Hamzah wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi. Amir Hamzah kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975.
Hingga kematiannya, Amir Hamzah telah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu adalah 160 tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur yang merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari jumlah itu, ada juga beberapa tulisan yang tidak sempat dipublikasikan.
Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. Diksi pilihannya yang menggunakan kata-kata bahasa Melayu dan bahasa Jawa dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk ritme dan metrum, serta simbolisme yang berhubungan dengan istilah-istilah tertentu.
Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, Nyanyi Sunyi umumnya dianggap lebih maju. Untuk puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe" (EYD:"Raja Penyair Zaman Pujangga Baru") dan satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-Revolusi Nasional Indonesia.
Setelah menyelesaikan studinya di Solo, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, rasa kebangsaan di dalam jiwa Amir Hamzah semakin kuat dan berpengaruh pada wataknya. Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat, termasuk Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya, Amir Hamzah menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe.
Karya
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “M4buk” dan “Sunyi” yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang dibuat oleh Amir Hamzah.
Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji (EYD: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
Meninggal Dunia
Revolusi sosial yang meletus pada 3 Maret 1946 menjadi akhir bagi kehidupan Amir Hamzah. Dia menjadi salah satu korban penangkapan yang dilakukan oleh pasukan Pesindo. Kala itu pasukan Pesindo menangkapi sekitar 21 tokoh feodal termasuk di antaranya adalah Amir Hamzah pada 7 Maret 1946. Pada tanggal 20 Maret 1946, orang-orang yang ditangkap itu dihukum mati. Amir Hamzah wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi. Amir Hamzah kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975.
Hingga kematiannya, Amir Hamzah telah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu adalah 160 tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur yang merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari jumlah itu, ada juga beberapa tulisan yang tidak sempat dipublikasikan.
Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. Diksi pilihannya yang menggunakan kata-kata bahasa Melayu dan bahasa Jawa dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk ritme dan metrum, serta simbolisme yang berhubungan dengan istilah-istilah tertentu.
Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, Nyanyi Sunyi umumnya dianggap lebih maju. Untuk puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe" (EYD:"Raja Penyair Zaman Pujangga Baru") dan satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-Revolusi Nasional Indonesia.
Review of merit casino【WG98.VIP】
BalasHapusMerkur | Merkur 제왕카지노 | Merkur Slots.com, a new site. Check 메리트 카지노 고객센터 out the Merkur review below 바카라 to discover more information, including how to play and