Senin, 24 November 2014

Sejarah Angkatan Pujangga Baru



KATA PENGANTAR
           
            Puji syukur kehadiraat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah mamberikan rahmat, kekuatan, semangat dan kesabaran kepada penulis sehingga penulisan sejarah pujangga baru ini dapat terselesaikan.

            Hambatan selalu penulis hadapi dalam menyelesaikan sejarah pujanagga baru ini. Akan tetapi berkat izin Allah SWT dan berkat bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat melalui hambatan yang dihadapi hingga akhirnya penulisan mengucapkan terima kasih kepada :
           
1.      Bapak guru les sebagai pembimbing
2.      Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan moral, materil, dan selalu mendoakanku.
3.      Semua pihak yang belum sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah dengan ikhlas turut membantu dalam penulisan sejarah pujangga baru ini.

            Penulis menyadari bahwa penulisan sejarah pujangga baru ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran sehingga bisa lebih baik lagi. Semoga sejarah pujangga baru ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin Yaa Roball Aalamin.



                                                                                    Binjai, 3 November 2014
                                                                                    Penulis



                                                                                    M.ALWI HERMAWAN



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................            i
DAFTAR ISI.............................................................................................................            ii

BAB  I PENDAHULUAN.......................................................................................            1
I.1 Latar Belakang............................................................................................            1
I.2 Rumusan masalah........................................................................................            1
I.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................            1
I.4 Manfaat Penelitian......................................................................................            2

BAB  II PEMBAHASAN.........................................................................................            3
II.1 Sejarah Munculnya Periode Angkatan Pujangga Baru..............................            3
II.2 Karakterisik Periode Angkatan PujanggaBaru..........................................            3
II.3 Tokoh Periode Angkatan Pujangga Baru..................................................            4
II.4 Biografi Salah Satu Angkatan Pujangga Baru..........................................            6

BAB III PENUTUP..................................................................................................            10
III.1 Kesimpulan..............................................................................................            10
III.2 Saran........................................................................................................            10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................            11










SEJARAH ANGKATAN PUJANGGA BARU


 A.    Sejarah Lahirnya Pujangga Baru
Awal mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia.
Adapun pengasuhnya antara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah kedepan.Barangkali, hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu badan yang memang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan.
Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokohtokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun 1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya, merupakan angkatan bar yang jauh lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru  yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana , beserta Amir Hamzah  dan Armijn Pane . Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori olehSutan Takdir Alisyahbana  dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
           
1.     Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2.     Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
            Karya sastra· Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana · Tebaran Mega · Belenggu oleh Armijn Pane · Jiwa Berjiwa · Gamelan Jiwa · Jinak-jinak Merpati · Kisah Antara Manusia · Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah · Buah Rindu · Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane · Puspa Mega · Madah Kelana · Sandhyakala ning Majapahit · Kertajaya · Tanah Air oleh Muhammad Yamin · Indonesia Tumpah Darahku · Ken Angrok dan Ken Dedes · Kalau Dewi Tara Telah Berkata · Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi · Bebasari · Kalau Tak Untung oleh Sariamin · Pengaruh Keadaan · Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng.

B.  Tujuan didirikannya Pujangga Baru
1.      Menumbuhkan kesusastraan baru yang sesuai dengan semangat zamannya dan mempersatukan para sastrawan dalam satu wadah karena sebelumnya boleh dikatakan cerai berai dengan menulis di berbagai majalah.
2.      Untuk membangun kebudayaan Indonesia baru karena maraknya kesadaran nasionalisme.
C.         Tokoh-tokoh pada periode Pujangga Baru
1.      Sutan Takdir Alisyahbana,
 kelahiran Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, meninggal di Jakarta, 17 Juli 1986. Pujangga ini seorang ilmuwan dan filsuf bergelar Sarjana Hukum, Doktor Honoris Causa dan professor. Ia sangat terkenal dengan roman bertendennya Layar Terkembang(1936). Roman-romannya yang lain: Dian nan Tak Kunjung Padam(1932), Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940). Tebaran Mega (1935) merupakan kumpulan sajak yang menandai kepenyairannya. Ternyata, Sutan Takdir tidak hanya hebat di zamannya. Pada masa pascakemerdekaan, bahkan setelah tergulungnya Lekranya PKI, Sutan Takdir pun ikut memasang bintang-bintang di pelataran langit kesusastraan Indonesia dengan dua romannya, masing-masing lebih 500 halaman Grota Azura (tiga jilid, 1970-1971) dan Kalah dan Menang(1978) serta kumpulan sanjak Lagu Pemacu Ombak(1978). Sebagai ilmuwan, S. Takdir Alisjahbana menulis antara lain:
1)      Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
2)      Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
3)      Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
2.      Amir Hamzah,
 dilahirkan di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, 28 Februari 1911, gugur dalam suatu revolusi sosial di Sumatra Utara, Maret 1946. Penyair berdarah biru yang dijuluki “Raja Penyair Pujangga Baru” oleh H.B. Jassin dan “Pangeran dari Seberang” oleh N.H. Dini ini, mewarisi kita kumpulan-kumpulan sanjak: Buah Rindu, Nyanyi Sunyi dan Setanggi Timur: (sanjak terjemahan penyair-penyair Asia tempo dulu) serta Sastra Melayu dan Raja-rajanya. Amir Hamzah memperoleh Satya Lencana Kebudayaan pada tahun1969 atas antologi puisinya Nyanyi Sunyi Pada tanggal 10 November 1975 secara anumerta Amir Hamzah diangkat sebagai Pahlawan Nasional karena jasanya terhadap Republik dalam menentang penjajah Belanda melalui himpunan Pemuda Indoonesia yang diketuainya di Solo.

3.      Sanusi Pane,
dilahirkan di Muara Sipongi Sumatra Utara, 14 November 1905, meninggal di Jakarta, 2 Januari 1968. Ia menulis naskah-naskah drama Sandyakalaning Majapahit, Kertadjaya dan cerita bersetting negerinya Rabindranath Tagore Manusia Baru. Sebagai penyair, Sanusi Pane menulis antologi sanjak Madah Kelana dan Puspa Mega Karya-karyanya yang lain: Pancaran Cinta (1926), Airlangga (dalam bahasa Belanda, 1928), Sejarah Indonesia (1942), Indonesia Sepanjang Masa (1952), Bunga Rampai dariHikayat Lama (1946)..

4.      Armijn Pane,
 adik kandung Sanusi Pane, dilahirkan di Muara Sipongi, 18 Agustus 1908, meninggal di Jakarta, 11 Februari 1970. Ia terkenal dengan roman psikologinya yang sempat  mencengangkan masyarakat yang moralis dan pernah terpalang Nota Rinkes karena terlalu beraninya, berjudul Belenggu. Armijn juga menulis Jinak-Jinak Merpati (kumpulan cerpen), Gamelan Jiwa dan Jiwa Berjiwa keduanya kumpulan puisi. Ia juga menulis kumpulan cerpen Kisah antara Manusia (1953), serta menerjemahkan Surat-surat R.A. Kartini untuk Ny.Abendanon dan sahabat Kartini yang lain, menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang (1968) dan novel Membangun Hari Kedua (1956, dari karya Ilya Ehrenburg)
Sastrawan-sastrawati yang seangkatan dengan mereka adalah:
5.      Yan Engelbert Tatengkeng,
 dilahirkan di Sangihe, Sulawesi, 19 Oktober 1907, meninggal di Makassar, 6 Maret 1968. Ia terkenal dengan kumpulan sanjaknya Rindu Dendam, sama dengan salah satu judul puisi dalam buku tersebut. Kebanyakan puisinya bernafaskan religius Kristiani.

6.      Selasih/Sariamin,
 dilahirkan di Sumatra Barat, 31 Juli 1909. Dia tersohor  dengan roman-roman sosialnya Pengaruh Keadaan dan Kalau Tak Untung. Selain roman-roman tersebut, ditulisnya pula: Rangkaian Sastra (1952), cerita-cerita anak Renca Juara (1981), Cerita Kak Murai (1984), Nakhoda Lancang (1982), serta novel Kembali ke Pangkuan Ayah (1986).

7.      I Gusti Nyoman Anak Agung Panji Tisna,
termasuk keturunan raja di Bali, dilahirkan di Singaraja, 8 Februari 1908, meninggal  di Singaraja, 1976, terkenal. dengan roman-romannya Sukreni Gadis Bali, I Swasta Setahun di Bedahulu. Karya-karyanya yang lain: Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935), Dewi Karuna (1938), I Made Widiadi/Kembali kepada Tuhan (1954).

8.      Hanidah/Fatimah Hasan Delais,
 dilahirkan di Bangka, 8 Juni 1914, meninggal di sana, Mei 1953, terkenal dengan novel sosialnya berjudul Kehilangan Mestika;

9.      Suman Hs. (Hasibuan),
 dilahirkan di Bengkalis 1905, meninggal di Pakanbaru, 8 Mei 1999, termasyhur dengan karya-karya novelnya: Percobaan Setia, Kasih Tak Terlerai, Mencari Pencuri Anak Perawan. Suman Hs yang terkenal sebagai tokoh  pendidikan di daerahnya, juga menulis novel Kasih Tersesat (1932), Tebusan darah (1939), serta kumpulan cerpen Kawan Bergelut.



10.  Marius Ramis Dayoh,
dilahirkan di Airmadidi, Minahasa, 1909, meninggal di Bandung, 15 Mei 1975. Ia menulis roman sejarah Pahlawan Minahasa, Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (1931), antologi puisi Syair untuk ASIB (1935), Putera Budiman (1941), Ratna Rakyat (1951), Koobangan (1953), dan Mamanua (1969).

11.  Saadah Alim,
dilahirkan di Padang.9 Juni 1897, meninggal di Jakarta, 18 Agustus 1968. Berpegalaman sebagai guru HIS dan Sekolah Guru Wanita di Padang pada zaman Belanda. Dari tahun 1924 sampai 1940 menjadi penulis di Bintang Hindia, Panji Pustaka, Het Dagblad dan Volks courant. Karya-karyanya: drama Pembalasannya (1940); terjemahan novel AnginTimur dan Angin Barat (karya Pearl S. Buck, 1941); Marga Tidak Tegak Sendiri (karuya Freddy Vagers, 1949); Zuleika Menyingsingkan Lengan Bajunya (karya Reisco).

D.     Ciri-ciri Pujangga Baru
1.      bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
2.      Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
3.      Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
4.      Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
5.      Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan
6.      Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
7.      Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.
8.      Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat, agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.

Ciri-ciri      karya  sastra   angkatan          pujangga          baru     yaitu:
1) Jenis sastra puisi sangat dominan,dan cerita pendek semakin banyak ditulis begitu juga dengan drama
2)  Struktur           Estetika           Puisi:
a. Puisinya puisi baru bukan pantun dan syair ada sonata dari Barat dan balada;
b.  Pilihan             kata-katanya    indah;
c.         Bahasa             kiasan              utama dan bentuknya simetris
d.  Gaya                ekspresi           aliran               romantik;
e. Gaya sajaknya polos,hubungan antar kalimat jelas,hampir tidak ada ambigu;
f. Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama.
) Prosa:
a.  Alurnya           lurus;
b. Teknik perwatakan tidak langsung,deskriptif fisik sedikit;
c.  Tidak               banyak             digresi,gayanya           romantik;
d.  Sudut              pandang          orang   ketiga;
e.  Gaya                bahasanya tidak dengan perumpamaan klise
f. Masalahnya bersangkutan dengan kehidupan masyarakat kota,emansipasi wanita,dan lain-lain;
g. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan sangat mewarnai
h. Bersifat didaksis
E.          Contoh analisis hasil karya sastra Pujangga Baru
Judul               : Sukreni Gadis Bali
Karya              : I Gusti Nyoman Panji Tisna
Tahun terbit I  : 1936
Sinopsis          :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b0/Distributed_Processing.jpg/220px-Distributed_Processing.jpg            Men Negara berasal dari Karangasem, Bali. Ia meninggalkan daerah itu karena suatu persoalan dengan suaminya. Buleleng adalah tempat tujuannya. Mula-mulai ia menumpang di rumah seorang haji yang mempunyai tanah dan kebun yang luas. Namun, karena Men Negara rajin bekerja dan hemat, ia kemudian dapat memiliki kebun sendiri. Ketika pergi dari Karangasem, ia meninggalkan seorang anak yang baru berusia delapan bulan. Di tempat ini ia melahirkan dua orang anak bernama I Negara dan Ni Negeri yang berparas cantik dan dapat menarik para pekerja pemetik kelapa untuk singgah di warungya. Disamping itu, Men Negara pun pandai memasak sehingga masakannya selalu disukai oleh para pekerja itu. Di antara mereka yang datang ke warung Men Negara adalah I Gde Swamba, seorang pemilik kebun kelapa itu. Tak luput dari semua itu, Ni Negeri dan sudah tentu pula ibunya, mengharapkan agar anak gadisnya itu dapat memikat I Gde Swamba menjadi suaminya.
Suatu ketika, datanglah seorang manteri polisi bernama I Gusti Made Tusan ke daerah itu. Sebagai manteri polisi, ia disegani dan ditakuti penduduk. Banyak sudah kejahatan yang berhasil ditumpasnya. Ini berkat kerjasamanya dengan seorang mata-mata bernama I Made Aseman. Siang itu hampir saja Men Negara harus berurusan dengan I Gusti Made Aseman karena I Made Aseman mengetahui bahwa Men Nagara telah memotong babi tanpa surat izin dari yang berwenang. I Made Aseman sangat berharap agar Men Nagara dipenjarakan di Singaraja karena kesalahannya itu. Jika Men Nagara negara masuk penjara, para pemetik kelapa akan pindah ke warung iparnya. Namun, apa yang diharapkan I Made Aseman sia-sia belaka karena tuannya, I Gusti Made Tusan telah terpikat oleh tutur kata dan senyum Ni Negeri. Siang itu, Ida Gde Swamba dan para pemetik kelapa sedang makan dan minum di warung Men Nagara. Tanpa sepengetahuan mereka, datang seorang gadis bernama Luh Sukreni ke warung Men Nagara. Ia mencari I Gde Swamba untuk urusan sengketa warisan dengan kakaknya, I Sangia(Petrus Sudana) yang telah masuk agama kristen. Menurut adat dan agama Bali, jika seorang anak beralih agama lain, baginya tak ada hak untuk menerima harta warisan.
Namun kedatangan Luh Sukreni itu justru membuat Men Nagara dan Ni Negeri iri hati, apalagi Sukreni yang lebih cantik itu menanyakan Ida Gde Swamba. Ketika Menteri polisi itu tampak tertarik pada Sukreni dan berniat menjadikan Ni Sukreni sebagai wanita simpanannya, dicarinyalah siasat agar keinginan Menteri Polisi terpenuhi. Pada kedatanganya yang kedua, Luh Sukreni kembali menanyakan Ida Gde Swamba di warung Men Negara. Namun orang yang dicarinya tak ada. Dengan ramah dan senyum manis, ibu dan anak menerima Luh Sukreni bahkan mereka memintanya untuk bermalam di warungnya sampai Ida Gde Swamba tiba. Tanpa prasangka buruk, Luh Sukreni menerima tawaran itu. Saat itulah Men Negara menjalankan siasat jahatnya. Pada malam harinya, Luh Sukreni diperkosa oleh I Gusti Made Tusan. “Terima kasih Men Negara, atas pertolonganmu itu, hampir-hampir tak berhasil tetapi…”. Begitulah I Gusti Made Tusan menyatakan kesenangannya atas siasat busuk Men Negara. Sejak kejadian itu Luh Sukreni pergi entah kemana.
Alangkah terkejutnya Men Negara ketika I Negara, anaknya yang tidak bersama I Sudiana teman seperjalanan Luh Sukreni, mengatakan bahwa Ni Sukreni adalah anak kandung Men Negara sendiri. Ayah Ni Sukreni, I Nyoman Raka telah mengganti nama Men Widi menjadi Ni Sukreni. Perubahan nama itu dimaksudkan agar Ni Sukreni tak dapat diketahui lagi oleh ibunya. Men Negara sangat menyesal karena ia telah mengorbankan anaknya sendiri.
Ni Sukreni tak mau kembali ke kampungnya. Ia sangat malu apabila kejadian itu diketahui oleh ayahnya dan orang-orang di kampungnya. Ia mengembara entah kemana. Namun, Pan Gumiarning, salah seorang sahabat ayahnya, mau menerima Ni Sukreni untuk tinggal di rumahnya. Tak lama kemudian. Ni Sukreni melahirkan seorang anak dari hasil perbuatan jahat I Gusti Made Tusan. Anak itu diberi nama I Gustam.
Takdir telah menentukan Ni Sukreni dapat bertemu kembali Ida Gde Swamba. Semua itu berkat pertolongan I Made Aseman yang pada waktu itu sedang menjalani hukuman di Singaraja karena telah memukul I Negara sampai tak sadarkan diri. Ida Gde Swamba berjanji akan mengurus dan membiayai anaknya itu.
I Gustam ternyata tumbuh dengan perangai dan tabiat yang kasar. Sewaktu berusia dua belas tahun, ia sudah berani memukul kepala ibunya. Setelah dewasa, ia berani pula mencuri sampai akhirnya masuk tahanan polisi. Di dalam tahanan, I Gustam justru banyak memperoleh pelajaran cara merampok dari I Sintung, salah seorang perampok dan penjahat berat yang sudah terkenal keganasannya, ahli dalam hal perampokan dan kejahatan.
Setelah keluar dari penjara, I Gustam membentuk sebuah kelompok. I Sintung yang ketika di dalam penjara sebagai gurunya, kini bertekuk lutut di bawah perintah I Gustam yang tak segan-segan membunuh siapa saja yang menentang perintahnya. Pada suatu malam, kelompok yang dikepalai I Gustam melaksanakan aksi perampokan di warung Men Negara. Namun rencana itu sudah diketahui oleh aparat keamanan. Perampokan di Men Negara mendapat perlawanan dari polisi yang dipimpin oleh I Gusti Made Tusan. I Gusti Made Tusan sendiri tidak mengenal bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah anaknya sendiri. Maka ketika I Gustam hampir putus asa karena terkena kelewang ayahnya, I Gusti Made Tusan baru mengetahui bahwa yang terbunuh itu adalah anaknya sendiri, setelah ia mendengar teriakan I Made Aseman. Akhirnya ayah dan anak itupun tersungkur dan mati.
Karakteristik Periode Angkatan Pujangga Baru

Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang
memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Armyn Pane. Disamping itu pengaruh internal juga cukup kuat, seperti terlihat dalam karyanya Amir Hamzah dan sejumlah pengarang yang lainnya. Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam ini, maka terjadi akulturasi budaya, yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan penyair yang sebelumnya banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru mulai mengarah pada hal-hal yang bersifat nasional dan universal.
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
a.         Ciri Struktur Estetik
            Bentuknya teratur rapi, simetris.
          Mempunyai persajakan akhir.
          Banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.
          Sebagai besar puisi empat seuntai.
          Tiap-tiap barisnya terdiri atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra
(kesatuan sintaktis)
          Tiap gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.

          Pilihan katanya menggunakan “kata-kata Pujangga” atau “bahasa nan indah”.
          Gaya ekpresinya beraliran romantik.
      Gaya sajak Pujangga Baru diafan atau polos, tidak mempergunakan kata-kata kiasan yang bermakna ganda, kata-katanya serebral, hubungan kalimat kalimatnya jelas.
b.    Ciri Struktur EkstraEstetik
     Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, seperti
masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
     Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru.
     Ide keagamaan menonjol.
     Curahan perasaan atau curahan jiwa tampak kuat : kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan sebgainya.
     Sifat didaktis masih tampak kuat.
Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra estetik maka dapat diuraikan secara umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.
1.    Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah
kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya.
2.    Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam
karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.
3.    Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini
merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel, cerpen, puisi, kritik dan esai.
4.    Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.
5.    Romantik idealisme menjadi cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.

6.    Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda, yang kebetulan pada
saat itu berkuasa di Indonesia. Pengarang-pengarang Belanda melakukan perubahan terhadap hasil karya pendahulunya, karena dirasakan sudah membeku. Hal seperti ini, dilakukan oleh pengarang Pujangga Baru terhadap
beberapa hasil garapan pengarang Balai Pustaka. Dengan demikian, karakter sastra Pujangga Baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan Balai Pustaka. Adapun perbedaan antara karya sastra Pujangga Baru dengan Balai Pustaka dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Balai Pustaka
1. Belum mempunyai cita-cita yang didukung bersama, hanya membuat buku bacaan.
2. Belum ada bentuk esai dan pembagian puisi.
3. belum ada bentuk drama.
4. Berbahasa Melayu.
5. Belum bermutu sastra.
6. Didirikan oleh Belanda.
7. Dipimpin oleh orang Belanda.
Pujangga Baru
1. Sudah ada cita-cita yang didukung bersama.
2. Sudah ada bentuk esai, sonata, dan prosa lirik
3. Sudah ada bentuk drama.
4. Berbahasa Indonesia
5. Bermutu sastra.
6. Didirikan oleh bangsa Indonesia.
7. Dipimpin oleh orang Indonesia.
8. Diilhami oleh angkatan 80 di negeri Belanda.
2.3 Sumbangan Pujangga Baru dalam Perkembangan Sastra Indonesia


Problema terpenting yang dimuat dalam majalah Pujangga Baru adalah terbitnya kritik dan esai-esai tentang problemik kebudayaan, pendidikan, kesenian dan sastra. Dalam bidang kebudayaan dan pendidikan terjadi perdebatan yang cukup panjang antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Dr. Sutomo. Di bidang kebudayaan dan seni terjadi perdebatan antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane.
Dalam hal ini Dr. Sutomo dan Sanusi Pane menolak konsepsi kebudayaan yang disampaikan Sutan Takdir Alisyahbana. Di bidang kesusastraan Syahrir menyatakan sastra Indonesia harus diberikan penilaian kepadanya. Kritik dan esai-esai kebudayaan yang di muat dalam majalah Pujangga Baru dikumpulkan oleh Achdiat Kartamiharja dan diterbitkan pada tahun 1949 dengan judul “ Polemik Kebudayaan “. Sehubungan dengan penerbitan sastra dalam majalah Pujangga Baru, maka dapat dikemukakan beberapa sumbangan dibidang sastra sebagai berikut:
1.         Sumbangan terpenting adalah penyair-penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di bidang puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.
2.         Sumbangan kedua, karangan roman dalam bentuk novel mulai diperkenalkan pengarang, dimana ceritanya sudah mulai dpersoalkan kehidupan modren.
3.         Sumbangan ketiga, karangan cerita pendek sudah menghiasi kesusastraan Indonesia. Misalnya, karya Sunan H. S yang berjudul “ Kawan Bergelut”.
4.         Sumbangan keempat, munculnya kritik dan esai-esai kebudayaan. Para penulis telah berani mengemukakan pendapatnya, bagaimana kebudayaan Indobesia di masa akan dating. Bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap tradisi dan pembaharuan di lain pihak.
5.         Sumbangan kelima, yang tidak kalah pentingnya munculnya kritik dan esei
tentang kesusastraan Indonesia. Kritik muncul sesudah terbitnya nover “Belenggu”. Jadi hasil cipta sastra bukan lagi sekedar bahan bacaan, tetapi sastra sudah merupakan bagian dari kehidupan.
6.         Sumbangan yang tidak boleh kita lupakan, sastra dalam bentuk drama cukup banyak juga dihasilkan pengarang-pengarang muda. Tema-tema ceritanya diambil dari peristiwa sejarah kebesaran bangsa Indonesia pada masa lampau. Misalnya : Airlangga, Sandhyakalaning Majapahit dan ada juga temanya diambil dari persoalan-persoalan pada zaman Pujangga Baru.
2.4 Tokoh Periode Angkatan Pujangga Baru.
Angkatan Pujangga Baru mempopulerkan jenis puisi yang lazim disebut puisi baru yang meliputi soneta, distikon, kwartrain, dan sebagainya. Penyair yang

dipandang paling kuat pada masa Pujangga Baru adalah Amir Hamzah yang oleh H.B. Jassin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Ada penyair yang cukup kuat pada masa ini, misalnya : Sanusi Pane, J.E. tatengkeng, Sultan Takdir Ali Syahbana, dan Asmara Hadi. Berikut ini adalah penyair-penyair Angkatan Pujangga Baru :
1. Amir Hamzah
Amir Hamzah dipandang sebagai penyair terbesar pada masa sebelum perang. Oleh karenanya H.B. Jassin menyebutkan sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Dua buah kumpulan puisinya yang terkenal adalah Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941). Sebenarnya puisi-puisi dalam Buah Rindu merupakan karya-karya pada awal kepenyairan Amir Hamzah, namun karena dipandang kurang memiliki kedalaman emosi, puisi-puisi tersebut diterbitkan kemudian. Puisi-puisi yang terkumpul dalam Nyanyi Sunyi lebih menunjukkan hasil karya permulaan dari penyairnya, ketika ia baru mencoba menciptakan puisi.
Di samping kedua karyanya itu, Amir Hamzah juga mengumpulkan sajak-sajak terjemahan. Sajak-sajak yang diterjemahkan itu berasal dari Negara-negara tetangga dan diterbitkan dengan judul Setanggi Timur. Sajak-sajak Amir Hamzah yang terkenal dikumpulkan di dalam Nyanyi Sunyi. Sajak-sajak itu diantaranya “Doa” yaitu :
“Doa”
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samara sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik.
Angina malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang piker, membawa angan ke bawah kursiMu.
Hatiku terang menerima kataMu, bagai bintang memasang lilinNya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihMu, bagai sedap malam menyirak kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan kataMu, penuhi dadaku dengan, cahayaMu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar galakku rayu.

“Doa” Amir Hamzah bersifat. Dalam puisinya ini Amir Hamzah ingin menunjukkan kemesraan hubungannya dengan Tuhan bagaikan kemesraannya dengan sang kekasih. Dalam puisi ini bahkan Tuhan disapa dengan kata “Kekasihku”. Dalam karangan-karangannya, ia tidak terlepas dari unsur Melayu dan unsur lama, yaitu bentuk pantun dan syair. Baris-barisnya tersusun atas dwiangga- tunggal dengan sebuah jeda (caesure) di tengah baris. Pada bentuk-bentuk puisinya, unsur Melayu pada Amir Hamzah tampak juga pada :
a.          Sifatnya yang suka terhina-hina diri Misalnya untuk menyebutkan dirinya dipakai kata-kata dagang, musafir hina.
b.         Pemakaian kosakata dan perbandingan-perbandingan.
c.          Ia tidak pernah menggunakan bentuk soneta dalam karangan puisinya, walaupun bentuk itu amat digemari orang pada masa itu.
Demikianlah Amir Hamzah sebagai penyair terbesar pada masa Pujangga Baru. Karena irama puisinya kebanyakan padu, maka H.B. Jassin juga menjulukinya sebagai penyair dewa irama. Amir Hamzah adalah bangsawan dari Langkat yang lahir pada tanggal 28 Februari 1911 (tepatnya di Tanjungpura). Beliau wafat tanggal 19 Maret 1946 dalam “revolusi sosial” di Sumatra Utara. Setelah menamatkan HIS ia melanjutkan MULO di Medan, kemudian AMS di Solo (di sini ia bertemu dengan kekasihnya yang meninggalkan kesan mendalam di hatinya, yakni Ilik Sundari). Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Percintaannya dengan Ilik Sundari tidak berlanjut karena Amir Hamzah dipanggil pulang ke Langkat dan kemudian dikawinkan dengan putri pamannya serta tidak sempat berjumpa kembali dengan Ilik Sundari.
2.         Sutan Takdir Alisjahbana
Sutan Takdir Alisjahbana lebih dikenal sebagai tokoh prosawan Angkatan Pujangga Baru daripada tokoh puisi. Prosa-prosanya menjadi salah satu tonggak baru dalam dunia prosa di Indonesia. Gagasan-gagasan Sutan Takdir Alisjahbana yang cemerlang lebih banyak dicetuskan lewat prosa-prosanya daripada lewat puisi-puisinya. Mulai dari Layar Terkembang, Grotta Azzura, sampai dengan Kalah dan Menang, dikemukakan gagasan-gagasan dalam berbagai bidang kehidupan. Puisi-puisi Sutan takdir Alisjahbana dikumpulkan dalam kumpulan puisinya Tebaran Mega. Salah satu puisi adalah “Kembali” yaitu :



“K E M B A L I”
Ketika beta terjaga di dini hari
Melihat ‘alam sepermai ini,
Terasalah beta darah baru
Gembira berdebur di dalam hatiku.
Girang unggas bersuka ria,
Gemilang sekar bermegah warna,
Mega muda bermain di awing,
Kemilau embun menyambut terang.
Hidup, hiduplah jiwa,
Turut gembira turut mencipta
Dalam alam indah jelita
Jalan waktu terlambat tiada,
Siang terkembang malam ‘lah tiba:
Percuma dahlia tiada berbunga.
(St. Takdir Alisyahbana)
Karena idealisme yang menggebu-gebu, seringkali Sutan Takdir Alisjahbana menunjukkan kepada kita emosi yang meluap-luap tidak terkendalikan. Karena tampilnya emosi secara berlebihan, kadang-kadang pengucapan tema menjadi kurang matang. Sebagai contoh adalah puisi “Perjuangan” berikut ini:
Perjuangan
Tenteram dan damai?
Tidak, tidak Tuhanku!
Tenteram dan damai waktu tidur di malam sepi.
Tenteram dan damai berbaju putih di dalam kubur.
Tetapi hidup adalah perjuangan.
Perjuangan semata lautan segara.
Perjuangan semata alam semesta.
Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai.
Hanya dalam berjuang berkobar Engaku Tuhanku di dalam dada.

(“Perjuangan”)
Di dalam puisi di atas, penyair menyindir perkataan tenteram dan damai yang mendalam yang dalam hal ini ditujukan kepada Taman Siswa. Jika kita masih hidup di dunia ini, sebenarnya tidak layak menginginkan tenteram damai itu. Hanya waktu tidur dan matilah kita akan tenteram dan damai. Hidup penuh perjuangan. Kiranya sang penyair sedikit bingung memberikan makna tenteram dan damai ini, karena secara berlebihan ia ingin menolak sikap yang puas terhadap keadaan tenteram dan damai itu.  Apabila kita perhatikan benaar-benar keseluruhan karangan STA, pada umumnya tampak ada beberapa sifat pada karangan-karangan itu :
a.         Karangan itu terutama didorong oleh hasratnya untuk berjuang membawa bangsanya ke arah kemajuan sesuai dengan perkembangan masyarakat modern.
b.         Bahasanya yang digunakan sederhana bersahaja dalam arti mudah dipahami dan meyakinkan.
c.         Sebagian besar karangannya mengandung suasana kegembiraan dan suasana optimisme.
3.         J.E. Tatengkeng
Penyair yang sajak-sajaknya berisi ratapan duka ini dilahirkan di kolongan Sangihe, Minahasa pada tanggal 19 Oktober 1907 dan meninggal dunia pada tanggal 6 Maret 1968 di Ujung Pandang. Pendidikan yang dilaluinya adalah HKS, HIS di Tahuna, dan kemudian di Pajeti. Tahun 1947 pernah menjabat sebagai Menteri Muda Pengajaran dan kemudian tahun 1949 menjabat sebagai Perdana menteri Negara Indonesia Timur (NTT).
Pernah menjabat sebagai Kepala Inspeksi Kebudayaan Provinsi Sulawesi

Selatan di Makassar. Tatengkeng pernah menjabat sebagai dosen dan pendiri Universitas Hasanuddin. Sajak-sajaknya dikumpulkan dalam Rindu Dendam (1934). Puisi-puisi dalam kumpulan ini bernafaskan ketuhanan dan rasa syukur penyair atas kurnia Tuhan. Kedudukan yang diungkapkan lewat puisinya adalah disebabkan oleh kematian anaknya; kemudian nasib itu diterimanya sebagai kehendak Tuhan yang mesti diterima dengan tawakal.
Walaupun pengaruh Angkatan 80-an amat jelas pada J.E. Tetengkeng antara keduanya terlihat adanya perbedaan-perbedaan seperti yang dikemukakan oleh A. Teeuw sebagai berikut :
a.         Jika puisi-puisi Angkatan 80-an umumnya mengandung kemurahan dan kesedihan. Puisi Tatengkeng lebih banyak mengandung suasana kegembiraan.
b.         Pada Angkatan 80-an terdapat pertentangan antara agama dengan umat Kristen. Sedangkan pada J.E. Tatengkeng pertentangan semacam itu tidak ada. J.E. Tatengkeng sebagai penyair memang tidak deduktif, berhubungan dengan perhatiannya yang meliputi berbagai kegiatan. Akan tetapi, dalam deretan pengarang Pujangga Baru ia termasuk penyair yang penting karena memiliki berbagai kekhususan, baik tenttang dirinya maupun puisi-puisinya.
4.         Hamidah
Nama sesungguhnya adalah Fatimah Hasan Delais. Ia lahir tahun 1914 dan meninggal pada 8 Mei 1953 di Palrmbang. Ia pengarang wanita pada zaman Pujangga Baru. Namanya menjadi penting karena pengarang dari kaum wanita pada masa itu belum banyak dan karangannya memang mempunyai corak khusus. Salah satu karangannya yang cukup penting adalah berjudul Kehilangan Mustika.

5. Armijn Pane
Armijn Pane lahir di Muara, Sipongi, Tapanuli, 18 Agustus 1908. Dalam tulisan-tulisannya ia memakai nama samara yang berbeda-beda antara lain Adinata, A-Jiwa, A.Mada, A.Panji, Empe, dan Kornot. Karangannya meliputi berbagai macam bentuk novel, drama, puisi, cerpen esai dan juga karangan tentang pengetahuan tata bahasa. Salah satu karangannya yangterkenal berjudul Belenggu  (1940).
6. I Gusti Nyoman Putu Tisna (Anak Agung Panji Tisna)

Ia seorang pengarang dari Bali, beragama Hindu, lahir di Singaraja, 8 Februari 1908. Karangannya telah banyak diterbitkan. Sebagian besar karangannya mengambil tema yang berhubungan dengan adat kepercayaan masyarakat Bali dan dengan sendirinya mengambil latar belakang kehidupan di daerah Bali pula. Salah satu karangannya yang terpenting adalah berjudul Sukreni Gadis Bali.
7. Suman Hs. (Hasibuan)
Ia dilahirkan di Bengkalis pada tahun 1904. Suman Hs. Terkenal sebagai pengarang cerita detektif, seperti dalam karangan yang berjudul Mencari Pencuri Anak Perawan. Ia juga menulis beberapa puisi yang dimuat dalam majalal, Panji Pustaka dan Majalah Pujangga Baru. Ciri khas pada semua karangan Suman Hs. yang paling menonjol ialah:
• Bahasa yang digunakan sungguh lancer, hidup dan memiliki perhatian.
• Sifat kejenakaannya terdapat pada hamper semua karangan.
• Semua novelnya mengandung unsure detektif walaupun sifat detektifnya masih sederhana dan orang gampang menebak penyelesaian persoalannya.
8. M.R. Dayoh (Dr. He. Marius Ramis Dayoh)
Karangannya:
- Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (1931)
- Pahlawan Minahana (Novel Sejarah 1935) dan lain-lain
9. Asmara Hadi
Nama sebenarnya Abdul Hadi. Nama samarannya Asmara Hadi, H.R. Hadi Ratna, IDIN dan IPIH A. Ia banyak menulis puisi dalam beberapa majalah, tetapi belum ada yang dibukukan tersendiri. Karangannya yang terkenal adalah Di Belakang Kawat Duri.
10. A. Hasymy (M. Ali Hasyim)
Ia pernah jadi Gubernur Aceh tahun 1957. Hampir semua sajaknya bernafaskan Islam dan mengandung unsur nasionalisme. Karangannya: Kisah Seorang Pengembara (Kumpulan Puisi, 1936) Dewan Sajak (Kumpulan Puisi, 1940)

11. Abdul Muis
Abdul Muis lahir pada tahun 1890. Belajar pada HIS (Sekolah Rakyat Belanda) dan Stovis (Sekolah Dokter) sampai tahun 1905, tetapi tidak tamat. Menjadi jurnalis (wartawan) dan menceburkan diri dalam gelanggang polotik. Banyak menyadur dan menterjemahkan juga banyak menulis cerita lama secara singkat. Romannya yang terkenal :

_ Salah Asuhan
_ Pertemuan Jodoh
12. Sanusi Pane
Lahir di Muara Sinongi(tapanuli) tahun 1905. mengunjungi Balai, Sibolga dan Padang. Sudah itu masuk sekolah mulo di padang dan kemudian di Jakarta. Akhirnya masuk kweekschool Gunung sari. Umur 19 tahun dianggat jadi guru pada Kweekscool Gunung Sari, yang kemudian pindah ke Lembang dan menjadi HIK. Juga mengajar di HIK. Negeri di bandung. Akhir tahun 1982 ia pergi ke India untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan Hindu. Kembali dari India ia memimpin majalah Timbul. Tahun 1934 ia memimpin perguruan Rakyat di Bandung dan masuk ke jurnalistik (menjadi jurnalistik). Pindah ke Perguruan Rakyat di Jakarta, kenudian menjadi pemimpin harian kebangunana dan kepala pengarang pada Balai Pustaka. Dalam karangan Sanusi Pane kelihatan 3 pengaruh: barat, India dan Jawa. Pengaruh barat kelihatan dalam Panoaran Cinta dan Madah Kelana dan lakon-lakonnya kelihatan pengaruh India. Ia condong jemistik Hindu.
Pengaruh Jawa terang benar pada pilihan ini beberapa sandiwaranya. Pada Sanusi Pane berbagai-bagai pengaruh tidak menjadi bulat padu, tetapi ia sering kelihatan melompat dari yang satu kepada yang lain, pendudukan Jepang menjadi ketua pusat Krbudayaan Jakarta.
Karangannya :
1. Pancaran Cinta (Prosa- lirik, 1926).
2. Puspa Maga (kumpulan sajak, 1927).
3. Madah Kelana (kumpulan sajak, 1931).
4. Kertajaya (sandiwara 1932).
5. Sandyakala ning Majapahit (sandiwara 1933).
6. Manusia baru ( Sandiwara 1940).
7. Sejarah Indonesia (1942)

13. Mohammad Yamin.

Dilahirkan di Sawah Lunto pada 23-8-1903. jalan sekolahnya agak membelok-belok. Dari sekolah Desa ke HIS, lalu ke Mulo. Dari Mulo masuk sekolah Pertanian lalu dipindah ke Sekolah Dokter Hewan. Kemudian pindah lagi ke AMS. Jogyakarta mencapai samtamat. Akhirnya melanjutkan ke RHS. Dan mencapai gelar MR. Pada th.1932.Di samping pekerjaannya sebagai pengacara dan ornaf pergerakan, ia masih sempat mempelajari secara mendalam bahasa dan sejarah Indonesia serta kebudayaan Timur.waktu muda ia banyak menulis puisi (Soneta terutama).
Pada usia tiga puluh ia menulis tonil “menantikan surat dari Raja”(terjemahan karangan R.Tagore 1928), dan Ken Arok dan Ken Dedes “. Setelah umur empat puluhan menulis biofgrafi, misalnya : Gajah Mada, Diponegoro. Berapa kali menjadi menteri. Karangannya yang lain misalnya :
1. Tan Malaka (1945).
2. Pantun-pantun sonata-soneta dan sanjak-sanjak bebas antara lain :
a. Gita gembala (kumpulan sonata).
b. Pagi-pagi (Soneta).
c. Gubahan (sonata).
d. Sungguhkan (sanjak bebas).
14. Rustam Effendi
Lahir di Sumatra tahun 1903. sesudah sekolah rendah mengunjungi Kweekschool Bukit tinggi, Hogere Kweekschool (SGA). Bandung, mendapat dan mencapai hoofdaote di negeri Belanda, menjadi anggota Tweede kamer sebagai wakil partai komunis (1936-1946). Mengunjungi Rusia kembali ke Indonesia sesudah keluar dari partai komunis dan mengabungkan diri dengan tan Malaka. Dalam kesusastraan salah seorang kenamaan sebelum Pujangga baru, karena keberaniannya membuat experiment tentang bahasa, malahan dapat dianggap salah seorang perintis jalan untuk puisi sesudah perang dunia ke 2. karangannya tidak mudah difahami, karena penuh dengan kata-kata dialek (yang hanya dipakai di suatu daerah saja) dan exsperimen-experimen bahasa.
Karangan :
1. Percikan Perempuan (kumpulan sajak 1924).
2. Rabasari (drama)
15. Ach. Kartamihardja
Lahir tahun 1911 di Bandung. Tamat sekolah Mulo di Bandung, sampai akhir tahun 1939 menjadi employe kebun di Parakan Salak. Awal 1940 jatuh sakit dan di raawat di Cisarun lima bulan lamanya. Ketiga itu banyak membaca dan terutama tertarik kepada pengarang-pengarang Nowergia. Waktu itu juga tertarik pada kesusastraan Indonesia dan agama Islam. Menulis sajak dalam majalah Panci Pustakasuara Timur, Pujangga Baru, Panca Raya dan Pembangunan. Semasa Pemerintahan Jepang masuk bekerja pada Pusat Kebudayaan Jakarta, sebagai penterjemah buku-buku Suna. Menjadi sekretaris dari “Angkatan Baru, yaitu kumpulan seniman-seniman yang didirikan oleh Pusat Kebudayaan. Menjadi anggota peibang Pergabungan Usaha Sandiwara Jawa. Beberapa bulan sebelum Jepang jatuh, minta berhenti lalu berdagang.
Karangannya:
Beberapa paham Angkatan 45 (Tinta Mas 1953)
16. Intovo
Nama samarannya: Rhamedin. Lahir di Tulungagung 27-7-1912. Masuk HIS di Mojokerto, Lamongan, Nganjuk dan Blitar dan kemudian HIK (SGA) di Blitar. Tahun 1930 pindah ke HIK Gunungsari di Lembang. Tahun 1933 tamat lalu masuk Hoofd-acte Cursus di Bandung, kemudian pada sekolah Mardisiswa di Blitar. Mulai tahun 1938 bekerja di HIS
Rangkasbitung.
Karangannya:
Sajak termuat dalam majalah Keluarga (Tamansiswa), Pujangga Baru, Kejawen bahasa Jawa dan Bangun (Bahasa Belanda) .
17. Ajirabas

Nama sebenarnya WJS. Purwedaminto. Lahir di Yogyakarta, 20-7- 1903. Mula-mula sekolah HIS sore, lalu pindah ke sekolah Klas II. Kemudian, Normaalschool Muntilan. Akhirnya Normaalschool Ambarawa. Tetapi pengetahuannya yang terbanyak diperoleh pada waktu sudah bekerja sebagai guru. Mula-mula belajar bahasa Belanda, sudah itu filsafat di bawah pimpinan Dr. J. van Rijckervorsel, Belajar Jawa Juno di bawah pimpinan Dr. C. Coxs. Sementara itu dipelajarinya juga bahasa Inggris. Ketika ia menjadi guru bahasa Indonesia di Jepang, ia melanjutkan pelajaran bahasa dan kesusastraan Inggris serta dipahamkannya juga sekedarnya bahasa Jepang. Agamanya Rooms Katholik. Di Jepang ia tinggal selama 5 tahun, yaitu dari 1932 sampai 1937, setelah kembali dari Jepang bekerja pada Balai Pustaka sebagai redaktur.
Karangannya:
1. Pacoban (1933)
2. Bausastra Jawa
3. Kamus Umum Bahasa Indonesia dan lain-lainnya
18. Yogi (A. Rival)
Lahir di Bonjol 1876. Guru bantu. Sejak 1955 bertani dan berniaga. Terasa pengaruh ajaran Theosofi padanya.
19. Dr. Abu Hanifah (dengan nama samara El Hakim)
Lahir tahun 1906 di Padang Panjang. Keluaran Sekolah Tinggi Kedokteran, Jakarta. Menulis beberapa sandiwara.
20. Jamaluddin (dengan nama samara Adi Negoro)
Pernah belajar di Stovia. Bergerak dalam lapangan jurnalistik. (persuratkabaran) Darah Muda Asmara Jaya.
21. Hamka (Haji Abdul Molik Karim Amrullah)
Lahir tahun 1908 di Sumatra Barat, anak Dr. H. Karim Amrullah. Hamka terkenal sebagai pengarang Islam (tidak masuk Angkatan yang telah dicarakan di atas).
22. Soetomo Jauhari Arifin
Lahir tahun 1916 dekat Madiun. Mengikuti kursus terkenal (tukang gambar) dan opname.
Karangannya: Andang Teruna
23. Hamidah (Nama sebenarnya Fatimah Hasan Delais)

Lahir di Mentok 13-6-1915. Meninggal 8-5-1953. Lepas dari sekolah Rakyat selanjutnya ke Meisyee Normaal – School di Padang Panjang. Tahun 1926 mulai mengajar pada Gr. di Mentok kemudian mengajar diPalembang Institut. Sambil bekerja belajar di Palembang bahasa Inggris dan pegang buku. Gemar membaca karangan Shakespease. Mengajar pada perguruan Taman Siswa sampai Jepang dating. Waktu revolusi berjalan membuka sekolah sendiri, yang pada tahun 1949 diserahkan kepada Pemerintah. Karangannya popular ialah: Kehilangan Mestika (roman)
24. Mozasa (Nama sebenarnya Mokhamat Zain Saidi)
Lahir di Sumatra Timur 1913. Tahun mengunjungi Normaalschool di Pematang Siantar masuk opleiding voor Landbouwenderwizer di Pancosan (Bogor) 1934. Menjadi guru Sekolah Desa di Kisaran 1935. Menjadi guru tani pada Verslgschool di Arnhemia. Karangan sajaknya dimuat antara lain dalam Pujangga Baru.
25. Anas Maruf
Lahir tahun 1922. Fakultas Hukum ( Gajah Mada Jogyakarta 1946 – 1948). Banyak menterjemahkan karangan R. Tagore (Kahir Citra, Sadhana).
26. Munis Samsul Azhar
Lahir di Kotaraja tahun 1921. Fakultas Kesusasteraan Gajah Mada. Karangan : Sanjak “ Bunglon”.
27. Lauren Kostar Bohang.
Lahir tahun 1913 di Sangihe. AMSB.
Karangannya :
1. Essay tentang Amir Hamzah.
2. Setangkai Kembang Melati.
28. Rival Amin
Lahir tahun 1927 di padang Panjang. Pendidikan SMA. Pekerjaan : Tukang catur, pembantu pada Badan Kepolisian, redaktur majalah “ Nusantara”, redaktur majalah “ Gema Suasana”.
Karangannya :
1. Tiga menguak Takdir.
2. Tali Jangkat Putus
29. Asrul Sani

Lahir di Sumatra Barat tahun 1926. pendidikan : Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan Bogor. Di waktu revolusi memimpin Lasykar Rakyat. Kemudian masuk tentara, jadi mahasiswa, menerbitkan harian perlawanan “
Suara Bogor” ; redaktur Gema Suasana”.
Gubahannya :
1. Anak Laut ( Puisi)
2. Surat dari ibu ( Puisi)
3. Bola Lampu ( ceritera pendek ).
4. 40. Adrus
30. Idrus
Lahir 21-9-1921. di Padang. Di samping Khairil Anwar dalam puisi, pembawa udara baru dalam prosa kesusasteraan Indonesia. Mulai menulis lukisan-lukisan ceritera pendek dan sandiwara, sesudah Jepang mendarat dalam tahun 1942. lukisan-lukisannya : Corat-coret di bawah Tanah, di tulisnya semasa Jepang dan baru bisa di umumkan sesudah proklamasi Indonesia merdeka. Sandiwara yang di tulisnya semasa Jepang dan baru bisa di umumkan sesudahnya :
1. Drama Ave Maria
2. Keluarga Surono
3. Kejahatan membalas dendam
4. Dr. Bisma
5. Jibaku Aceh.
Perjalanan pandangan hidupnya kelihatan dalam karangankarangannya Ave Marin ( ceritera pendek ), melalui corat-coret di bawah Tanah sampai ke Surabaya dan jalan lain ke Roma, yang dibukukan oleh Balai Pustaka di bawah nama : dari Ave Marin ke jalan lain ke Roma.
31. Ananta Tur Pramoedya
Lahir di Blora tahun 1925. pendidikan: SR. Blora dan Taman Dewasa Jakarta. Waktu Jepang : pegawai Domei; permulaan revolusi ; fron–korenpondent resimen 6, divisi Siliwangi – di tawan Belanda dari tahun 1947 – 1949.
Karangannya :
1. Perburuan
2. Subuh
3. Percika Revolusi

4. Keluarga Gerilya
5. Di tepi kali Bekasi
6. Mereka yang di lumpuhkan.
32. Samiati Akisyahbana
Lahir tanggal 15-3-1930. pendidikan His, SMP, SMA. Gubahannya :
1. Gambar Hidup ( puisi bebas )
2. Hanya mencoba ( puisi bebas)
3. Air Tenang ( puisi bebas).
33. S. Rukiah
Lahir 25 – 4 – 1927 di Purwakarta – Pendidikan : Sekolah Guru tahun (C. V. O ). Guru Sekolah Rendah Gadis Purwakarta. Karangannya :
1. Pohon Sunyi ( puisi bebas )
2. Pulasan Hidup ( puisi bebas ).
34. Waluyati
Lahir 5 – 12 – 1924 di Sukabumi. Pendidikan : ELS – Mulo – HBS. Besar perhatiannya kepada alam – Gemar melukis dan main musik.
Gubahannya :
1. Telaga Remaja ( sonata berekor )
2. Nanti, Nantikanlah ( puisi bebas )
3. Siapa ? ( puisi bebas )
4. Berpisah ( puisi bebas )
5. Engkau ( puisi bebas ).
35. Rosihan Anwar
Lahir pada 10 – 5 – 1922 di Padang. Pendidikan AMSI di Jogya, kemudian SMT. Jakarta. Pekerjaan wartawan “ Asin Raya” – “ Merdeka” – “ Singsat” dialah yang mula-mula memakai nama “ Angkatan 45” sebagai nama suatu aliran. Karangannya : Radio Masyarakat ( ceritera pendek ).
36. H. B. Yassin

Ahli kritik yang terkemuka dewasa ini. Tempat lahirnya di Minahasa. Banyak mengarang kupasan-kupasan tentang hasil seni dan kebudayaan pada umumnya. Mula-mula banyak mengubah syair, tetapi akhirnya lebih banyak menumpahkan perhatiannya kepada soal menimbang dan memperkatakan hasil-hasil kesusasteraan.
Karangannya :
1. Pancaran cita ( 1946 kumpulan )
2. Gema Tanah Air ( kumpulan puisi dan prosa ) ( 1942 – 1948 ).
3. Angkatan 45 ( 1951 )




Posted by muhamad nurdin fathurrohman Posted on 9:24 PM 

Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera
Alias : Amir Hamzah | Tengku Amir Hamzah
Lahir : Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 
Hindia Belanda .Selasa, 28 Februari 1911
Meninggal: 20/31946 (umur 35) Kwala Begumit, 
Binjai, Langkat, Indonesia.
Makam: Masjid Azizi, Tanjung Pura, 
Langkat, Sumatera Timur, Indonesia
Pekerjaan: Sastrawan, Penyair, 
Pejabat Pemerintahan Daerah.
Bahasa: Indonesia, Melayu.
Kebangsaan: Indonesia.
Suku bangsa: Melayu.
Aliran sastra: Simbolisme.
Tema: Cinta, Agama
Karya terkenal: Boeah Rindoe (1937), 
Njanji Soenji (1941).
Pasangan : Tengkoe Poeteri Kamiliah
Anak: Tengkoe Tahoera
Ayah : Tengku Muhammad Adil
Tengkoe Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau lebih dikenal hanya dengan nama pena Amir Hamzah (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, Hindia Belanda, 28 Februari 1911 – meninggal di Kwala Begumit, Binjai, Langkat, Indonesia, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun). Ia adalah sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan Pahlawan Nasional Indonesia.  Dia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat).

Amir mulai menulis puisi saat masih remaja meskipun karya-karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan ke Jawa. Menggambarkan pengaruh dari budaya Melayu aslinya, Islam, Kekristenan, dan Sastra Timur, Amir menulis 50 puisi, 18 buah puisi prosa, dan berbagai karya lainnya, termasuk beberapa terjemahan. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe.

Pendidikan
Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada umur 5 tahun dengan bersekolah di Langkatsche School di Tanjung Pura pada 1916. Setamat dari Langkatsche School, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di MULO, sekolah tinggi di Medan. Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolah di Christelijk MULO Menjangan dan lulus pada tahun  1927. Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya di AMS (Aglemenee Middelbare School), sekolah lanjutan tingkat atas di Solo, Jawa Tengah.

Di sana dia mengambil disiplin ilmu pada Jurusan Sastra Timur. Amir Hamzah adalah seorang siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Disiplin dan ketertiban itu nampak pula dari keadaan kamarnya. Segalanya serba beres, buku-bukunya rapih tersusun di atas rak, pakaian tidak tergantung di mana saja, dan sprei tempat tidurnya pun licin tidak kerisit kisut. Persis seperti kamar                    seorang            g4dis               remaja.
Sekitar tahun 1930, pemuda Amir terlibat dengan gerakan nasionalis dan jatuh cinta dengan seorang teman sekolahnya, Ilik Soendari. Bahkan setelah Amir melanjutkan studinya di sekolah hukum di Batavia (sekarang Jakarta) keduanya tetap dekat, hanya berpisah pada tahun 1937 ketika Amir dipanggil kembali ke Sumatera untuk menikahi putri sultan dan mengambil tanggung jawab di lingkungan keraton. Meskipun tidak bahagia dengan pernikahannya, dia memenuhi            tugas    kekeratonannya.
Selama mengenyam pendidikan di Solo, Amir Hamzah mulai mengasah minatnya pada sastra sekaligus obsesi kepenyairannya. Pada waktu-waktu itulah Amir Hamzah mulai menulis beberapa sajak pertamanya yang kemudian terangkum dalam antologi Buah Rindu yang terbit pada tahun 1943. Pada waktu tinggal di Solo, Amir Hamzah juga menjalin pertemanan dengan Armijn Pane dan Achdiat K Mihardja. Ketiganya sama-sama mengenyam pendidikan di AMS Solo, bahkan mereka satu kelas di sekolah itu. Di kemudian hari, ketiga orang ini mempunyai tempat tersendiri dalam ranah kesusastraan di Indonesia.

Setelah menyelesaikan studinya di Solo, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, rasa kebangsaan di dalam jiwa Amir Hamzah semakin kuat dan berpengaruh pada wataknya. Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat, termasuk Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya, Amir Hamzah menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe.

Karya
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “M4buk” dan “Sunyi” yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang dibuat oleh Amir Hamzah.

Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji (EYD: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
Meninggal      Dunia
Revolusi sosial yang meletus pada 3 Maret 1946 menjadi akhir bagi kehidupan Amir Hamzah. Dia menjadi salah satu korban penangkapan yang dilakukan oleh pasukan Pesindo. Kala itu pasukan Pesindo menangkapi sekitar 21 tokoh feodal termasuk di antaranya adalah Amir Hamzah pada 7 Maret 1946. Pada tanggal 20 Maret 1946, orang-orang yang ditangkap itu dihukum mati. Amir Hamzah wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi. Amir Hamzah kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975.

Hingga kematiannya, Amir Hamzah telah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu adalah 160 tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur yang merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari jumlah itu, ada juga beberapa tulisan  yang    tidak    sempat dipublikasikan.

Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. Diksi pilihannya yang menggunakan kata-kata bahasa Melayu dan bahasa Jawa dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk ritme dan metrum, serta        simbolisme      yang    berhubungan            dengan                        istilah-istilah    tertentu.
Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, Nyanyi Sunyi umumnya dianggap lebih maju. Untuk puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe" (EYD:"Raja Penyair Zaman Pujangga Baru") dan satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-Revolusi Nasional Indonesia.

1 komentar:

  1. Review of merit casino【WG98.VIP】
    Merkur | Merkur 제왕카지노 | Merkur Slots.com, a new site. Check 메리트 카지노 고객센터 out the Merkur review below 바카라 to discover more information, including how to play and

    BalasHapus